Setoran Bea Keluar Freeport dan Newmont 2016 Turun 15,2 Persen
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan mencatat, penerimaan bea keluar dari PT Freeport Indonesia dan PT Amman Mineral Nusa Tenggara (dulu dikenal dengan Newmont) hanya Rp 2,5 triliun sepanjang tahun lalu. Nilai ini turun 15,2 persen dibanding 2015 yang mencapai Rp 2,88 triliun.
Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Heru Pambudi menjabarkan, bea keluar yang disetor Freeport sebesar Rp 1,23 triliun. Sedangkan dari Amman Mineral Nusa Tenggara senilai Rp 1,25 triliun. “Untuk keduanya (perolehan bea keluar) sekitar Rp 2,5 triliun,” ujar dia di Jakarta, Kamis malam (12/1).
Perolehan dari kedua perusahaan tambang ini juga lebih rendah dibanding 2014 yang mencapai Rp 2,6 triliun. Padahal, larangan mengekspor tambang mentah bagi perusahaan yang belum membangun pabrik pengolahan dan pemurnian mineral (smelter) sudah berlaku di 2014. (Baca juga: 5 Arahan Jokowi Soal Aturan Pertambangan)
Kendati realisasi tahun lalu rendah, pemerintah yakin penerimaan bea keluar dari kedua perusahaan tersebut bakal membaik tahun ini. Sebab, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengusulkan agar tarif bea keluar untuk ekspor konsentrat atau mineral mentah naik dari sekitar 5 persen menjadi 10 persen. Kenaikan tarif ini semestinya akan mendongkrak penerimaan bea keluar.
Sementara itu, Presiden Joko Widodo sudah menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2017. Aturan ini merupakan revisi keempat PP Nomor 23 Tahun 2010 tentang Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara yang masih memberikan kesempatan bagi perusahaan tambang untuk mengekspor mineral mentah tanpa melakukan pemurnian di dalam negeri. (Baca juga: Jokowi Teken Aturan Izin Ekspor Mineral dengan Tiga Syarat)
Peraturan anyar ini terbit satu hari sebelum berakhirnya perpanjangan izin eskpor konsentrat pada 12 Januari 2017. Dalam aturan yang diteken Presiden, Rabu (11/1) kemarin, dan diundangkan pada tanggal itu juga, pemerintah menghapus ketentuan pemegang kontrak karya (KK) yang telah melakukan pemurnian dapat menjual hasil pengolahan dalam jumlah dan waktu tertentu.
Kini, jika ingin mengekspor konsentrat atau hasil tambangnya, pemegang Kontrak Karya (KK) wajib mengubah status kontraknya menjadi Izin Usaha Pertambangan (IUP)/ IUP Khusus. Saat ini ada 34 KK yang belum berubah menjadi IUPK, termasuk PT Freeport Indonesia.
Menurut Menteri ESDM Ignasius Jonan, Freeport Indonesia harus berubah menjadi IUPK kalau masih ingin mengekspor mineral mentah. Namun, jika perusahaan asal Amerika Serikat tersebut tidak mau mengubah status kontraknya, pemerintah tetap menghormatinya. "Kalau tidak mau ekspor ya tidak apa-apa," ujar Jonan.