BKPM Luncurkan Program Perizinan Investasi Tiga Jam Sektor ESDM
Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) meluncurkan program pemberian layanan cepat perizinan tiga jam di sektor Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Program yang diluncurkan bersama Kementerian ESDM ini diharapkan dapat meningkatkan investasi di sektor tersebut.
Menteri ESDM Ignasius Jonan menjelaskan, pada tahun 2016, realisasi investasi di sektor ESDM mencapai Rp 347,8 triliun atau setara US$ 26,7 miliar. Tahun ini, angka tersebut ditargetkan naik menjadi US$ 43 miliar atau setara Rp 568 triliun akan tercapai. "Dengan program ini, kami harap target investasi tahun 2017 dapat tercapai," ujar Jonan, di Kantor BKPM, Jakarta, Senin (30/1).
Selain itu, Jonan juga mendorong BKPM untuk lebih proaktif dalam membantu realisasi investasi sektor ESDM setelah terbitnya izin 3 jam ini. Menurutnya, saat ini BKPM masih lebih fokus mengejar komitmen investasi, sehingga realisasinya menjadi terbengkalai.
(Baca juga: Sri Mulyani Waspadai Dampak Penurunan Investasi Dunia)
Jonan mencontohkan, ada beberapa komitmen investasi yang telah didata di Kementerian ESDM namun terkendala perizinan di instansi lain sehingga realisasinya tertunda. Masalah ini, menurut Jonan, bisa bisa dipecahkan melalui koordinasi BKPM.
Kemudian, Jonan juga meminta agar membentuk Standart Operation Procedure (SOP) berbasis online. "Saya sarankan bentuk tim kecil (menyusun SOP), tetapi juga masukan stakeholder industri terkait agar tau SOP yang diharapkan seperti apa," ujar Jonan.
Sementara itu, Kepala BKPM Thomas Lembong menuturkan, kontribusi di sektor ESDM sangat penting untuk mendukung pencapaian target realisasi investasi tahun ini yang ditargetkan sebesar Rp 678,8 triliun, di luar sektor hulu minyak dan gas bumi (migas). Menurut data BKPM, dalam lima tahun terakhir investasi dari sektor ESDM ini sekitar 21 persen dari total investasi yang masuk ke Indonesia.
Jumlah Investasi 2016 Menurut Sekto
"Untuk itu, peluncuran program ESDM3J (ESDM 3 Jam) ini merupakan upaya pemerintah menyederhanakan perizinan untuk menarik investasi sektor ESDM," ujar Lembong.
Dirinya pun merinci, dari mulai tahun 2012-2016 investasi sektor ESDM di luar kegiatan hulu migas mencapai angka Rp 490 triliun. Realisasi Investasi di sektor ESDM disumbang dari sektor Ketenagalistrikan sebesar Rp 229,4 triliun, sektor Pertambangan Batu Bara Rp 71,4 triliun, sektor Pertambangan Logam Mulia Rp 67,4 triliun, Pertambangan Logam Lainnya Selain Besi Rp 38,8 triliun, Jasa Pertambangan Migas Rp 21,3 triliun dan sektor ESDM Lainnya sebesar Rp 61,7 triliun.
(Baca juga: Investor Jepang Siap Gelontorkan US$ 90 Juta untuk Hilirisasi Sawit)
Adapun, terdapat sembilan jenis izin yang terdiri dari delapan jenis izin kegiatan migas dan satu jenis izin kegiatan listrik yang meliputi, Izin usaha penyediaan tenaga listrik sementara yang tadinya 20 hari, Izin usaha sementara penyimpanan minyak bumi/BBM/LPG yang tadinya 32 hari, Izin usaha sementara penyimpanan hasil olahan yang tadinya 32 hari dan Compressed natural gas (CNG) yang tadinya 40 hari.
Kemudian, program ini juga mencakup izin usaha sementara penyimpanan LNG yang tadinya 32 hari, izin usaha sementara pengolahan minyak bumi yang tadinya 32 hari, izin usaha sementara pengolahan hasil olahan yang tadinya 32 hari, izin usaha sementara pengolahan gas bumi yang tadinya 32 hari,izin usaha sementara niaga umum minyak bumi/BBM yang tadinya 40 hari, dan izin usaha sementara niaga umum hasil olahan yang tadinya 40 hari.
Lembong menjelaskan, untuk memanfaatkan layanan di sembilan jenis perizinan ini, pimpinan perusahaan diwajibkan hadir untuk menyerahkan semua persyaratan sesuai dengan permohonan yang diajukan dengan mengacu pada Peraturan Menteri ESDM Nomor 15 Tahun 2016. Selanjutnya, pimpinan perusahaan tersebut pun hanya tinggal menunggu selama tiga jam untuk dapat menerima produk yang dimohonkan.
(Baca juga: Investasi Melonjak, Cina Incar Proyek Smelter dan Pembangkit Listrik)
Meskipun demikian, Lembong mengatakan, memang belum memasukan izin pembangunan pabrik pengolahan dan pemurnian mineral (smelter) ini ke dalam program tersebut. Alasannya, pembangunan smelter sangat berdampak terhadap lingkungan, sehingga perlu izin dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Selain itu, pembangunan smelter juga masih membutuhkan banyak tenaga kerja asing, sehingga izin nya belum bisa diterbitkan secara cepat.