ESDM Sebut Belum Ada Perusahaan Tambang yang Ajukan Izin Ekspor
Pemerintah telah menerbitkan aturan relaksasi ekspor mineral berupa Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017 beberapa pekan lalu. Namun, hingga saat ini belum ada satu perusahaan pun yang mengajukan izin ekspor kepada pemerintah.
"Sampai sekarang belum ada yang mengajukan izin ekspor," kata Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bambang Gatot Ariyono di Jakarta, Senin (6/2).
Bambang mengatakan ada beberapa hal yang membuat perusahaan tambang masih belum mengajukan izin ekspor. Salah satunya karena banyak persyaratan yang harus dipenuhi perusahaan tambang sebelum mengajukan izin ekspor.
Selain harus mengubah status kontraknya menjadi Izin Usaha Pertambangan (IUP) atau IUP Khusus, perusahaan tambang juga harus memenuhi 11 persyaratan dalam mengajukan izin ekspor. Ini telah diatur dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 6 Tahun 2017. (Baca: Sempat Terpuruk, Bisnis Tambang Mulai Bangkit di Akhir 2016)
Pertama, melampirkan surat pernyataan keabsahan dokumen. Kedua, pakta integritas untuk melakukan pembangunan fasilitas pemurnian (smelter) di dalam negeri. Ketiga, salinan sertifikat Clear and Clean (C&C) bagi pemegang IUP Operasi Produksi Mineral Logam.
Keempat, Report of Analysis (RoA) atau Certificate of Analysis (CoA) produk mineral logam yang telah memenuhi batasan minimum pengolahan. Dokumen ini harus diterbitkan oleh surveyor independen yang ditunjuk Menteri ESDM, dengan batas waktu paling lama satu bulan terakhir.
Kelima, surat keterangan pelunasan kewajiban pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak selama 1 tahun terakhir yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Minerba. Keenam, salinan perjanjian kerja sama dengan IUP Operasi Produksi Mineral Logam yang telah memperoleh sertifikat C&C. (Baca: Berhenti Ekspor, Freeport: Kami Belum Mau Bicara PHK)
Ketujuh, rencana pembangunan smelter di dalam negeri yang telah diverifikasi, terkait jadwal pembangunan, nilai investasi, dan kapasitas produksi. Dengan persyaratan ini Bambang memastikan hanya perusahaan yang bersedia membangun smelter yang bisa mendapatkan izin ekspor.
"Membangun smeter itu sama kayak bangun kilang minyak, mahal, dan return-nya kecil, tapi tanpa bangun, tidak bisa ekspor," kata dia. Makanya, dalam lima tahun terakhir tercatat realisasi smelter untuk bauksit baru sebanyak dua smelter, tembaga satu smelter.
Kedelapan, rencana kerja dan anggaran biaya tahun berjalan yang telah disetujui oleh Menteri atau Gubernur. Kesembilan, laporan hasil verifikasi kemajuan fisik dari Verifikator Independen bagi pemegang IUPK Operasi Produksi Mineral Logam, IUP Operasi Produksi Mineral Logam, dan IUP Operasi Produksi khusus untuk perusahaan yang sedang membangun smelter.
Kesepuluh, laporan terbaru mengenai estimasi cadangan mineral di wilayah pertambangnnya.Kesebelas, rencana penjualan ke luar negeri. Dokumen ini memuat, antara lain jenis dan jumlah Mineral Logam yang telah memenuhi batasan minimum kadar pemurnian mineral yang akan diekspor, nomor Pos Tarif/HS (Harmonized System), pelabuhan muat, pelabuhan bongkar, dan negara tujuan ekspornya. (Baca: Luhut Sebut Izin Sementara Ekspor Freeport Tak Langgar Hukum)
Terkait dengan persyaratan ini, kata Bambang, PT Freeport Indonesia pun belum mengajukan izin ekspor. Alasannya, Freeport belum memenuhi persyaratan dalam mengubah Kontrak karya (KK) menjadi IUPK sementara agar Freeport dapat mengekspor mineral. "Kalau IUPK sementara belum ada dan belum keluar bagaimana mau ekspor," kata dia.
Namun sayangnya Bambang tidak mau merinci apa-apa saja persyaratan yang belum dipenuhi Freeport dalam mengajukan IUPK sementara. Selain Freeport, Amman Mineral juga tengah mengajukan permintaan untuk mengubah KK menjadi IUPK kepada Kementerian ESDM.