Menperin: Cukai Plastik Bisa Turunkan Pertumbuhan Industri
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan penerapan cukai plastik bisa melemahkan daya saing dan menurunkan pertumbuhan industri, terutama sektor manufaktur di dalam negeri nasional. Karena plastik sangat berperan besar dalam rantai pasok industri tersebut.
Menurutnya pertumbuhan sektor manufaktur perlu dipacu untuk mendongkrak perekonomian. Apalagi sektor ini punya kontribusi besar dalam penerimaan devisa dari ekspor, penyerapan tenaga yang besar, dan mendorong pemerataan bagi kesejahteraan masyarakat.
“Kalau cukai naik, industri bisa tergerus. Ini tentu mengkhawatirkan. Rumus ekonominya, jika ada pembebanan yang membuat harga lebih tinggi, permintaan akan turun,” kata Airlangga dalam keterangannya, Senin (6/2). (Baca: Pertumbuhan Produksi Manufaktur Mulai Membaik)
Airlangga menganggap peraturan pengenaan cukai berlawanan dengan kebijakan-kebijakan yangtelah dibuat untuk mengoptimalkan kinerja industri dalam negeri. Indutri yang paling terpukul dengan dampak cukai ini adalah industri makanan dan minuman yang sangat membutuhkan plastik sebagai wadah kemasan.
Padahal selama ini sektor pangan menjadi motor pertumbuhan industri nonmigas. Pada triwulan III-2016, kinerja industri makanan dan minuman tumbuh 9,8 persen. Angka ini hampir dua kali lipat dari pertumbuhan ekonomi. Dengan adanya cukai plastik, pertumbuhan sektor nonmigas tahun ini bisa terhambat. (Baca: Makanan, Penyumbang Utama Sampah Jakarta)
Kementerian Perindustrian mencatat ada empat subsektor industri yang berkontribusi paling besar terhadap pertumbuhan industri nonmigas pada triwulan III-2016. Keempatnya adalah industri makanan dan minuman sebesar 33,61 persen; industri barang logam, komputer, barang elektronik, optik, dan peralatan listrik sebesar 10,68 persen; industri alat angkutan sebesar 10,35 persen; serta industri kimia, farmasi, dan obat tradisional sebesar 10,05 persen.
Kemasan plastik berperan penting dalam rantai pasok bagi sektor industri strategis tersebut. Berdasarkan Rencana IndukPembangunan Industri Nasional (RIPIN), Kementerian Perindustrian menetapkan industri plastik hilir sebagai sektor prioritas pengembangan pada tahun 2015-2019.
Direktur Jenderal Industri Kecil dan Menengah (IKM) Gati Wibawaningsih meminta pengenaan cukai plastik tahun ini ditunda. Pengenaan cukai dianggap akan menjadi beban berat bagi pengembangan daya saing IKM nasional.
“Kalau bisa ditunda, biar IKM-nya siap dulu. Anggaplah penundaan pengenaan cukai plastik ini sebagai insentif bagi IKM. Jangan terus digrogoti,” ujarnya. (Baca: Cukai Plastik Membelah Dua Menteri)
Dia mengatakan kondisi ekonomi yang mulai stabil saat ini seharusnya menjadi peluang bagi IKM untuk bisa tumbuh lebih cepat. Penerapan cukai plastik malah akan menghambat pertumbuhan tersebut. Apalagi, pemerintah tengah gencar memacu kinerja IKM untuk menopang kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.
Di sisi lain, Forum Lintas Asosiasi Industri Produsen dan Pengguna Plastik (FLAIPPP) menolak wacana pengenaan cukai atas plastik kemasan. FLAIPPP terdiri atas 17 asosiasi industri dan ribuan pelaku industri terkait plastik, mulai dari produsen, pengguna, hingga industri daur ulang plastik.
Mereka menganggap kebijakan ini kontra produktif dan salah sasaran. Selain itu kebijakan ini berpotensi merugikan konsumen, menurunkan daya saing industri, menghambat pertumbuhan ekonomi, penyerapan tenaga kerja, serta penerimaan negara.
“Kami melihat kebijakan cukai bukanlah solusi tepat bagi masalah sampah, khususnya sampah plastik kemasan yang sering diposisikan sebagai sumber permasalahan sampah di Indonesia,” ujar perwakilan FLAIPP Rachmat Hidayat.
Menurutnya pengenaan cukai ini justru akan membawa banyak sekali dampak negatif bagi upaya pemerintahan Presiden Jokowi mendorong pertumbuhan ekonomi, investasi, dan mengejar pemerataan ekonomi rakyat. (Baca: Ekonomi Melingkar, Solusi Sampah Indonesia)