Jonan Pilih Freeport Arbitrase Daripada Hembuskan Isu PHK

Arnold Sirait
20 Februari 2017, 01:54
Ignasius Jonan
Arief Kamaludin|KATADATA

Hubungan pemerintah dengan PT Freeport Indonesia mulai memanas. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan mengomentari adanya wacana arbitrase yang akan dilakukan Freeport karena tidak puas dengan kebijakan baru pemerintah mengenai perubahan status kontrak.

Jonan memahami langkah hukum seperti membawa masalah sengketa ke arbitrase merupakan hak bagi siapa pun. Meski pemerintah berharap tidak berhadapan dengan siapa pun secara hukum karena akan berdampak bagi kedua belah pihak.

“Apa pun hasilnya  dampak yang ditimbulkan  akan kurang baik dalam sebuah relasi kemitraan,” katanya dalam pernyataan tertulis, Sabtu malam (19/2).

Namun, Jonan menganggap lebih baik jika Freeport mengajukan gugatan arbitrase daripada selalu menggunakan isu  pemecatan pegawai sebagai alat menekan pemerintah. “Korporasi global selalu memperlakukan karyawan sebagai aset yang paling berharga, dan bukan sebagai alat untuk memperoleh keuntungan semata."

(Baca: Chappy Hakim Mundur dari Presdir Freeport Indonesia)

Seperti diketahui, manajemen Freeport berencana mengurangi jumlah karyawan sejak pekan lalu. Rencana tersebut disampaikan kepada para karyawannya melalui sebuah memo internal bertanggal 11 Februari 2017. Alasannya, pabrik pengolahan sudah berhenti beroperasi sejak 10 Februari lalu. Operasi penambangan pun sudah terhenti sehingga jumlah karyawannya juga akan dikurangi.

Hal ini akibat mulai berlakunya larangan ekspor konsentrat sejak terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017 pada 12 Januari lalu. Dalam aturan itu, pemegang kontrak karya (KK), seperti Freeport dilarang mengekspor konsentrat sebelum mengubah status kontraknya menjadi Izin Usaha Penambangan Khusus (IUPK).

(Baca: Kementerian ESDM Tak Khawatir Ancaman Freeport PHK Karyawan)

Namun, Freeport menilai peraturan itu melanggar hak-hak Freeport dan Kontrak Karya (KK) yang sudah diteken sebelumnya. Freeport bersedia mengubah kontraknya menjadi IUPK dengan syarat adanya jaminan stabilitas investasi dengan kepastian hukum dan fiskal yang sama seperti tercantum dalam KK saat ini.

Sedangkan Jonan mengatakan pemerintah telah dan terus berupaya mendukung semua investasi di Indonesia baik asing maupun dalam negeri. Pemerintah juga tetap menghormati kontrak dengan berpegang pada Undang-undang Mineral dan Batubara Nomor 4 tahun 2009 dan Peraturan Pemerintah Nomor 1 tahun 2017.

Atas dasar itu, semua pemegang Kontrak Karya, termasuk Freeport dapat melanjutkan usahanya dan  tidak wajib mengubah perjanjian menjadi IUPK. Syaratnya, pemegang KK melakukan pengolahan dan pemurnian (hilirisasi) dalam jangka waktu lima tahun sejak UU Minerba 4/2009 diundangkan, seperti yang tertuang dalam Pasal 169 dan pasal 170.

Faktanya, sampai saat ini ada pemegang kontrak karya seperti Freeport dan Amman belum melakukan  hilirisasi. Untuk itu, pemerintah menawarkan kepada semua pemegang KK yang belum membangun fasilitas pengolahan dan pemurnian smelter untuk mengubah kontraknya menjadi IUPK.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...