OJK Ramal Penjualan Ritel Turun Akibat Wajib Lapor Data Kartu Kredit
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nelson Tampubolon mengakui kewajiban pelaporan data transaksi kartu kredit kepada Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) dapat menurunkan transaksi nontunai. Meskipun, di sisi lain, kebijakan tersebut sejalan dengan tren global yaitu keterbukaan informasi terutama untuk keperluan perpajakan.
“Pengaruh ke psikologi, ini dampaknya transaksi nontunai ke depan bisa menurun. Padahal, ada target pemerintah untuk mendorong transaksi nontunai,” kata Nelson saat Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi XI di Gedung MPR/DPR, Jakarta, Rabu (29/3). (Baca juga: Tax Amnesty Habis, Bank Wajib Setor Data Kartu Kredit ke Pajak)
Dalam jangka menengah-panjang, Nelson juga melihat adanya kemungkinan kebijakan tersebut berdampak pada penjualan ritel. Sebab, selama ini, banyak pelanggan ritel yang bertransaksi menggunakan kartu kredit. Bila penjualan ritel menurun maka rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) di sektor tersebut juga bisa meningkat.
Meski demikian, ia mengungkapkan, kebijakan tersebut tak terelakkan seiring dengan tren global keterbukaan informasi. Pada 2018, Indonesia bakal turut menjalankan kerja sama global: pertukaran data secara otomatis (Automatic Exchange of Information/AEoI) untuk keperluan perpajakan. Data yang dipertukarkan di antaranya data keuangan.
Ini artinya, ke depan, lembaga keuangan memang akan diwajibkan menyetor data nasabahnya kepada Ditjen Pajak. Pemerintah bahkan tengah mempersiapkan Peraturan Pengganti Undang-Undang (Perppu) untuk memanyungi ketentuan tersebut.
“Begitu ada Perppu, mana ada perbankan yang tidak mengikuti. Perppu itukan setara dengan UU. Perbankan pasti manut dengan UU,” tutur dia. (Baca juga: Data Bank Siap Dibuka, Jokowi Beri Peringatan Terakhir Tax Amnesty)
Pemerintah mewajibkan bank untuk menyetor data transaksi kartu kredit kepada Ditjen Pajak setelah program amnesti pajak (tax amnesty) berakhir pada 31 Maret mendatang. Prosedur dan skema pelaporannya pun sudah tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39/PMK.03/2017 tentang tata cara pertukaran informasi.
Staf Ahli Bidang Kepatuhan Pajak Kementerian Keuangan Suryo Utomo menjelaskan esensi dari pelaporan transaksi kartu kredit oleh perbankan ini adalah transparansi. Karena itu, ia yakin tidak ada kekhawatiran dari masyarakat jika data tersebut diserahkan ke Ditjen Pajak. Apalagi aturan ini juga sudah berlaku pada pertengahan tahun lalu.
“Sebetulnya secara struktur, negara sudah memberi kesempatan wajib pajak untuk rekonsoliasi dirinya dengan otoritas (melalui amnesti pajak). Berikutnya, seperti kartu kredit (terbuka ke Ditjen Pajak) semestinya tidak ada lagi kekhawatiran,” ujar Suryo.
Senada dengannya, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat (P2 Humas) Ditjen Pajak Hestu Yoga Saksama mengatakan data yang diperoleh akan digunakan untuk verifikasi saja. Ditjen Pajak pun menjamin kerahasiaan datanya sesuai dengan Pasal 34 Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP). Dalam UU tersebut, disebutkan bahwa petugas pajak yang menyebarluaskan data yang diperoleh akan dikenai hukuman pidana penjara setahun.