Pemerintah Akan Izinkan Pertamina Impor BBM Standar Euro 4
Pemerintah akan mengizinkan PT Pertamina (Persero) mengimpor Bahan Bakar Minyak (BBM) dengan standar Euro 4. Ini dilakukan untuk mendukung kebijakan pemerintah yang mewajibkan setiap kendaraan menggunakan BBM dengan standar tersebut, mulai tahun depan.
Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Karliansyah mengatakan Pertamina baru bisa menyediakan bahan bakar jenis itu paling cepat 2021 dan paling lambat 2025. Hal ini sejalan dengan proyek revitalisasi dan pembangunan kilang baru Pertamina yang sedang berjalan.
(Baca: Belum Siap, Pertamina Baru Bisa Produksi BBM Euro 4 pada 2025)
Dia memperkirakan pada 2021, kilang Pertamina yang bisa memproduksi BBM Euro 4 hanya Kilang Cilacap dan Kilang Balikpapan yang sedang direvitalisasi. Setelah revitalisasi selesai, kapasitas Kilang Cilacap meningkat menjadi 400 ribu barel per hari (bph) dan Kilang Balikpapan 360 ribu bph.
Kemampuan produksi yang hanya 760 ribu bph belum bisa memenuhi kebutuhan BBM nasional yang saat ini sudah mencapai 1,6 juta bph. ''Sekarang saja Pertamina masih impor BBM, jadi tidak tertutup kemungkinan impor bahan bakar Euro 4," kata dia di Kantor Kementerian LHK, Jakarta, Senin (3/4).
Saat ini Permen KLHK Nomor 20 Tahun 2017 tentang Penerapan Bahan Bakar Standar Euro 4 masih dalam tahap pengundangan di Kementerian Hukum dan HAM. Kemungkinan baru akan rampung pada pekan depan.
Dalam aturan tersebut, pemerintah mewajibkan seluruh kendaraan berbahan bakar besin yang sudah beroperasi, menggunakan BBM Euro 4 mulai September 2018. Bagi kendaraan berbahan bensin yang baru diproduksi, pemerintah memberikan waktu dua tahun untuk mulai menggunakan BBM standar Euro 4. Sementara untuk kendaraan baru yang berbahan bakar solar, diberikan jangka waktu empat tahun dari sekarang.
Ketika kebijakan ini diterapkan, Karliansyah mengaku belum mengetahui bagaimana nasib BBM standar Euro 2 yang masih digunakan saat ini. Pihaknya menyerahkan hal ini kepada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), apakah akan dihapus atau ada opsi lain.
Menurut Karliansyah setidaknya dengan kebijakan itu, industri kendaraan bermotor di Indonesia bisa bersaing dengan negara lain. Terutama dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) dan pemberlakuan ratifikasi ASEAN Mutual Recognition Agreement (MRA).
(Baca: Masyarakat ASEAN Picu Pembengkakan Defisit Transaksi Berjalan)
Produsen tidak perlu lagi memproduksi kendaraan dengan dua spesifikasi mesin yang berbeda, sehingga biaya yang dikeluarkan bisa efisien. Selama ini industri otomotif memproduksi kendaraan dengan spesifikasi mesin standar Euro 2 untuk dijual di dalam negeri dan Euro 4 untuk ekspor.
Manfaat lainnya adalah penerapan Euro 4 akan meningkatkan kualitas bahan bakar dan menjamin efisiensi, karena angka oktannya minimal RON 92 dan kandungan sulfur maksimum 50 ppm. Standar emisi gas buang kendaraan yang tinggi, akan membuat kualitas udara perkotaan di Indonesia menjadi semakin baik.
Direktur Eksekutif Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB) Ahmad Safrudin menyatakan Indonesia sudah jauh tertinggal dari negara-negara tetangga dalam penerapan BBM Euro 4. Di Thailand sudah diterapkan pada 2012, Vietnam pada 2014, Singapura pada 2005, Malaysia 2015, dan Filipina pada tahun lalu.
''Belerang dalam BBM masih tinggi, kita bisa jadi market bahan bakar kotor,'' kata dia. (Baca: Aturan Terbit, Kendaraan Wajib Pakai BBM Euro 4 Tahun Depan)
Di sisi lain harga jual BBM Indonesia juga terbilang mahal. Bensin berkadar oktan 88 saja bisa seharga Rp 6.550 per liter, sementara di Malaysia bensin berstandar Euro 4 seharga Rp 7.114 per liter. Makanya ia mendukung pemberlakuan kewajiban Euro 4, karena dapat menghentikan persemaian empuk bagi mafia migas yang berdagang minyak kotor berkualitas rendah ke Indonesia.
Menurut Karliansyah, saat ini sudah ada perusahaan migas yang mampu memproduksi dan memasok BBM standar Euro 4 di Indonesia, yakni Shell. "Bahkan Shell udah siap dengan Euro 5," kata dia.