Dikejar Waktu, Pemerintah Finalisasi Perppu Keterbukaan Data Keuangan

Desy Setyowati
4 April 2017, 15:21
Layanan bank
Arief Kamaludin|KATADATA

Pemerintah tengah berkejaran dengan waktu, Peraturan Pengganti Undang-Undang (Perppu) guna memayungi keterbukaan data keuangan untuk keperluan perpajakan harus selesai pada Mei 2017. Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan Hadiyanto menjelaskan Perppu dalam proses finalisasi.   

“Hari ini dibahas lagi dengan Setkab untuk memfinalkan materi Perppu itu," kata dia usai menghadiri Peluncuran Skema Pendanaan Pengadaan Tanah Proyek Strategis Nasional oleh BLU LMAN di Hotel Kempinski, Jakarta, Selasa (4/4). Meski begitu, menurut dia, Perppu tersebut belum akan rampung pada bulan ini. (Baca juga: Ditjen Pajak Bidik Rp 4.000 Triliun Harta di Luar Negeri Lewat AEoI)

Menurut Hadiyanto, pemerintah juga sudah berkonsultasi dengan organisasi untuk kerja sama ekonomi dan pembangunan (Organization for Economic Cooperation and Development/OECD) mengenai draf Perppu tersebut. Konsultasi diperlukan sebab Perppu tersebut memang dibuat untuk mengikuti kerja sama global antarnegara anggota OECD.

Kerja sama yang dimaksud yaitu pertukaran data secara otomatis (Automatic Exchange of Information/AEoI) terkait perpajakan. Salah satu data yang dipertukarkan yaitu data keuangan. "Yang dipastikan (draf Perppu) ini kami sudah peroleh tanggapan dari OECD," ujarnya. Sayangnya, ia tak menjelaskan detail tanggapan dari OECD tersebut. (Baca juga: Belum Standar AEoI, Indonesia Tak Dapat Info Pajak Luar Negeri)

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati juga mengungkapkan soal adanya tanggapan dari OECD. Namun, ia juga enggan menjabarkan isi tanggapan tersebut. Yang pasti, kata dia, ada dua hal penting yang harus disiapkan pemerintah untuk bisa bergabung dalam kerja sama global: AEoI. Pertama, standar pelaporan yang memungkinkan Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak mendapatkan data dari lembaga manapun, termasuk industri jasa keuangan di dalam negeri.

"Kalau otoritas pajak lain punya info detail di pajak dan lembaga jasa keuangan, baik bank, asuransi, pasar modal, maka mereka akan memberikan informasi kalau ada wajib pajak Indonesia yang ada di jurisdiksi mereka. Maka resiprokalnya Ditjen Pajak juga harus punya info yang sama," ujar dia.

Kedua, standar pelaporan yang sama atau common reporting standard tentang detail data wajib pajak yang dipertukarkan. Format yang mendetail mengenai wajib pajak ini sudah diatur OECD. Tujuannya, agar tidak ada perbedaan dan informasi bisa dimanfaatkan secara optimal oleh otoritas pajak. "Kami akan penuhi standar itu jadi dia bisa comply (patuh), jadi resiprokal bisa diterapkan," tutur dia.

Sembari menunggu Perppu terkait AEoI selesai, Kementerian Keuangan sudah mendulukan aturan teknisnya yakni Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 39/PMK.03/2017 tentang tata cara pertukaran informasi berdasarkan perjanjian internasional.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat (P2 Humas) Ditjen Pajak Hestu Yoga Saksama menyampaikan, melalui aturan ini instansinya menjadi lebih leluasa meminta data dari lembaga jasa keuangan lainnya. “Sekarang, kami ada kewenangan untuk mengumpulkan dan menukarkan info keuangan dari bank, pasar modal, dan perasuransian,” kata dia.

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...