Pemerintah Terus Dorong Pembangunan Kawasan Industri di Luar Jawa
Pemerintah terus mendorong pembangunan kawasan industri di Luar Jawa untuk menekan kesenjangan ekonomi antarwilayah. Selain itu, harga tanah dan upah di Jawa dinilai sudah terlalu mahal.
“Industri harus dibangun dalam jangka panjang, tidak bisa dalam satu masa pemerintahan. Dan sekarang yang diperlukan Indonesia adalah membangun industri di luar Jawa,” kata Menteri Perindustrian, Airlangga Hartarto dalam The Economist Event di Jakarta, Kamis (20/4).
Airlangga mengatakan hingga akhir tahun 2016, tiga kawasan industri di luar Jawa telah beroperasi. Ketiganya adalah, kawasan industri Sei Mangkei, Morowali, dan Bantaeng.
(Baca juga: Pemerintah Kaji Insentif Industri Kecil dalam Paket Kebijakan Baru)
Selanjutnya, dalam tiga tahun ke depan, pemerintah akan mempercepat pembangunan kawasan industri Tanjung Buton, Dumai, Berau (Kalimantan Timur) dan Tanah Kuning (Kalimantan Utara). Selain itu Java Integrated Industrial and Port Estate / JIIPE (Gresik), Kendal dan Kawasan Industri Terpadu Wilmar (Serang, Banten) juga telah diusulkan dalam revisi Perpres Nomor 3 tahun 2016 tentang percepatan pelaksanaan Proyek Strategis Nasional.
Selain untuk tujuan pemerataan, Airlangga mengakui pembangunan kawasan industri di luar pulau Jawa juga didorong oleh harga lahan dan upah yang kian tinggi. Hal tersebut mempengaruhi daya tarik investasi di tengah tantangan perekonomian global yang belum begitu pulih.
“Industrial estate di Jawa tidak murah lagi. Harga lahan dan biaya upah buruh juga meningkat,” katanya. (Baca juga: Pemerintah Tingkatkan Kandungan Lokal di Proyek Pemerintah dan BUMN)
Selain membangun infrastruktur kawasan industri, langkah lainnya untuk mempertahankan pertumbuhan adalah dengan penguatan Sumber Daya Manusia (SDM) melalui pendidikan vokasi. Tak hanya belajar di sekolah, dalam pendidikan vokasi ini siswa juga akan diberi kesempatan untuk menuntut ilmu di Politeknik atau Akademi Komunitas di Kawasan Industri dan Wilayah Pusat Pertumbuhan Industri (WPPI).
Berdasarkan data Kementerian Perindustrian, pada tahun 2016, kinerja industri pengolahan mampu tumbuh sebesar 4,29 persen, sementara pertumbuhan industri pengolahan non-migas mencapai 4,42 persen. kontribusi sektor industri pengolahan terhadap total Produk Domestik Bruto (PDB) pada tahun 2016 sebesar 20,51 persen, yang terdiri dari industri pengolahan non-migas sebesar 18,20 persen dan industri pengolahan batubara dan pengilangan migas sebesar 2,31 persen.
(Baca juga: BKPM: Sektor Maritim Bakal Dominasi Investasi Nasional)
Pertumbuhan industri pengolahan ini ditopang oleh peran masing-masing subsektor industri. Tercatat, ada empat subsektor industri yang memiliki kontribusi terbesar, yaitu Industri Makanan dan Minuman (32,84 persen), Industri Barang Logam; Komputer, Barang Elektronik, Optik, dan Peralatan Listrik (10,71 persen), Industri Alat Angkutan (10,47 persen), serta Industri Kimia, Farmasi dan Obat Tradisional (9,86 persen).
Manufacturing Industry’s Development Indicators
No. | Indicators | Value | 2015 | 2020 | 2025 | 2035 |
1 | Non-Oil and Gas Industrial growth | % | 6.8 | 8.5 | 9.1 | 10.5 |
2 | Non-Oil and Gas Industrial contribution to GDP | % | 21.2 | 24.9 | 27.4 | 30.0 |
3 | Contribution of Industrial Goods exports to total exports | % | 67.3 | 69.8 | 73.5 | 78.4 |
4 | Manufacturing sector labor force | Millions | 15.5 | 18.5 | 21.7 | 29.2 |
5 | Percentage of manufacturing sector labor force | % | 14.1 | 15.7 | 17.6 | 22.0 |
6 | Ratio of imported raw materials to GDP Non Oil and Gas Manufacturing sectors | % | 43.1 | 26.9 | 23.0 | 20.0 |
7 | Manufacturing sectors investment (rupiah) | trillion | 270 | 618 | 1000 | 4150 |
8 | Percentage of manufacturing sectors value added outside of Java Island | % | 27.7 | 29.9 | 33.9 | 40.0 |
Sumber: Kementerian Perindustrian