Membengkak, Defisit Jaminan Kesehatan Tahun 2018 Diramal Rp 10 Triliun

Desy Setyowati
23 Mei 2017, 16:21
BPJS kesehatan
ANTARA FOTO/Irsan Mulyadi

Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) mencatat defisit program jaminan kesehatan nasional terus membengkak. Tahun lalu, defisit mencapai Rp 9,7 triliun. Defisit diproyeksi bakal menembus Rp 10 triliun pada 2018 mendatang.

Ketua DJSN Sigit Priohutomo mengatakan, defisit terjadi lantaran iuran yang ditetapkan untuk penerima bantuan iuran (PBI) lebih rendah dari rata-rata klaim per orang per bulan. Di sisi lain, banyak peserta yang merupakan pekerja bukan penerima upah (PBPU) menunggak pembayaran iuran.

Ia menjelaskan, iuran PBI hanya sebesar Rp 23 ribu per orang per bulan. Nominal tersebut jauh di bawah rata-rata klaim yang hampir mencapai Rp 35 ribu per orang per bulan. Kondisi ini lantas menyumbang defisit cukup besar lantaran mayoritas peserta JSN merupakan PBI. (Baca juga: Jokowi: Rokok Pengeluaran Terbesar Kedua Masyarakat Miskin)

Di sisi lain, iuran peserta yang merupakan PBPU Kelas III juga hanya Rp 25 ribu, meski iuran peserta PBPU Kelas I dan II mencapai Rp 80 ribu dan Rp 51 ribu. Namun, kondisi ini tetap tak efektif mengurangi defisit. "Karena peserta PBPU tidak bisa diandalkan untuk membayar iuran secara rutin," ujar Sigit dalam Diskusi Publik 'inovasi Pendanaan JKN' di Hotel JS Luwansa, Jakarta, Selasa (23/5). 

Mengacu pada kondisi tersebut, ia pun menyadari, ada faktor lain yang menyebabkan defisit membengkak yaitu pola pengumpulan iuran yang tidak sehat dan kurang optimal. Sigit pun memaparkan, pada awal terselenggaranya program JKN, defisit telah mencapai Rp 3,3 triliun, lalu membengkak menjadi Rp 5,7 triliun pada 2015, dan mencapai Rp 9,7 triliun pada 2016. (Baca juga: Bappenas Ingin Pekerja Informal Mendapat Jaminan Pensiun)

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...