Johannes Marliem Memulai Proyek e-KTP Lewat Tersangka Andi Narogong
Johannes Marliem, sosok saksi kunci kasus korupsi Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (e-KTP) dikabarkan meninggal dunia di kediamannya di Los Angeles, Amerika Serikat. Juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah telah mengkonfirmasi mengenai kabar kematian Johannes, Jumat (11/8).
Johannes merupakan provider produk automated fingerprint identification system (AFIS) merek L-1 yang digunakan dalam proyek e-KTP. Johannes melalui perusahaan Biomorf miliknya, memasok AFIS L-1 di proyek e-KTP dengan nilai sebesar US$ 16,43 juta atau setara Rp219 miliar (nilai mata uang saat ini) dan Rp 32,9 miliar.
Nama Johannes Marliem disebutkan ratusan kali dalam berkas surat tuntutan korupsi proyek e-KTP 2011-2012. Beberapa saksi mengakui mengenal Johannes saat sidang dua mantan pejabat Kementerian Dalam Negeri, Irman dan Sugiharto yang telah divonis masing-masing tujuh dan lima tahun penjara.
Johannes masuk ke proyek e-KTP lewat tersangka Andi Agustinus alias Andi Narogong. Andi merupakan sosok yang paling aktif dalam proses penganggaran di DPR. Andi juga yang membentuk Tim Fatmawati yang diduga untuk mengatur dan mengendalikan proses tender.
Andi direncanakan akan menjalani sidang perdana sebagai terdakwa kasus e-KTP pada Senin, 14 Agustus nanti. “Nanti bisa kita cermati bersama-sama awal proses persidangan ini agar kasus KTP elektronik bisa segera dituntaskan,” kata Febri, Jumat lalu.
(Baca: Saksi Kunci Johannes Marliem Tewas, KPK Terus Sidik Korupsi e-KTP)
Andi Narogong yang pernah menjadi saksi di persidangan Irman dan Sugiharto mengakui pernah mengantarkan Johannes menemui Sekretaris Jenderal Kemendagri Diah Anggraini pada 2010, sebelum proyek e-KTP disetujui di DPR. Andi menyebut pertemuan itu atas permintaan Johannes untuk mendapatkan informasi lebih lanjut mengenai proyek e-KTP.
Setelah itu Andi kembali mengajak Johannes bertemu dengan Irman, Sugiharto dan Diah dalam jamuan makan malam di restoran Peacock, Hotel Sultan. Saat pertemuan itu, Johannes membawa seorang pria asing yang diperkenalkannya sebagai bos dari Amerika Serikat.
Dari keterangan kesaksian Diah, ketika pertemuan di restoran Peacock, Andi memperkenalkan Johannes sebagai pemilik perusahaan dan provider mesin AFIS L-1.
Pertemuan Johannes dengan para pejabat Kementerian Dalam Negeri memudahkannya memenangkan tender. Panitia lelang proyek e-KTP membuat syarat spesifikasi mesin AFIS atau fingerprint untuk mengecek kebenaran identitas. Hasil lelang pun menentukan AFIS L-1 menjadi pemenang tender.
(Baca: Jaksa Jelaskan Fakta Keterlibatan Setya Novanto dalam Korupsi e-KTP)
Untuk memperlancar bisnisnya di proyek e-KTP, Johannes tak segan menghamburkan banyak uang menyuap para pejabat. Diah Anggraini mengakui menerima uang US$ 500 ribu atau setara Rp 6,6 miliar dalam nilai mata uang saat ini. Jumlah tersebut diberikan Andi lewat dua kali penyerahan. Saat menyerahkan uang yang kedua kali, Andi datang berkunjung ke rumah Diah bersama Johannes.
Terdakwa Sugiharto juga mengakui menerima uang US$ 200 ribu atau setara Rp 2,6 miliar dari Johannes yang diberikan melalui kaki tangan Sugiharto di mal Grand Indonesia, Jakarta. Selain itu Sugiharto mengakui menerima US$ 20 ribu atau setara Rp 267 juta dari Johannes melalui Husni Fahmi.
Sugiharto menggunakan uang tersebut untuk membeli sebuah mobil Honda Jazz Nomor Polisi B 1779 EKE yang kemudian diserahkan kepada KPK.
Johannes menjadi sosok yang istimewa karena mengklaim memiliki rekaman percakapan selama proyek itu berjalan. Penyidik KPK pun pernah mengunjungi kediamannya di Amerika Serikat untuk kepentingan mengumpulkan barang bukti.
Johannes juga disebut pernah bertemu dengan Ketua DPR Setya Novanto, Andi Narogong dan peserta konsorsium Irvanto Hendra Pambudicahyo. Irvanto yang juga keponakan Setya Novanto, membantah informasi tersebut.
(Baca: Terseret Kasus e-KTP, Keponakan Setnov Dicegah KPK ke Luar Negeri)