Pedagang Minta Pemerintah Tak Batasi Harga Beras Premium
Pemerintah tengah menggodok Harga Eceran Tertinggi (HET) beras medium dan premium. Namun, para pengusaha menyatakan keberatan jika harga beras diseragamkan. Harga beras premium, menurut mereka, hendaknya dibebaskan menurut mekanisme pasar.
Ketua Umum Asosiasi Pedagang Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Mandey menjelaskan, beras idealnya diatur dengan mekanisme harga acuan, bukan HET. "Kita meminta bahwa harga beras tidak diatur dengan HET," kata Roy usai rapat pembahasan beras di Kementerian Perdagangan, Jakarta, Selasa (15/8) malam.
Roy menyebutkan, HET yang diusulkan pemerintah adalah Rp 9.000 per kilogram untuk beras medium dan Rp 11.500 per kilogram untuk beras premium. Tapi, menurut dia, angka tersebut belum memasukkan komponen biaya yang ditanggung para pengecer.
(Baca juga: Dua Hari Rapat, Kemendag dan Pedagang Belum Sepakati HET Beras)
Dia mengatakan, biaya lain yang dikeluarkan oleh pengusaha adalah biaya untuk distribusi, transportasi, tenaga kerja, pengemasan, hingga display produk di toko.
Roy mengusulkan harga yang sudah berjalan sekarang di pasar retail modern cukup baik diterima oleh konsumen. Menurutnya, harga beras premium untuk konsumen menengah ke atas tak perlu dibatasi.
"Konsumen kita ada yang mampu bayar dan ada yang sudah biasa bayar Rp 20 ribu per kilogram karena rasa enak berasnya," ujar dia.
Dia berharap pemerintah memperlakukan harga beras sama seperti harga minyak goreng yang ditetapkan sebelumnya. Pasalnya, minyak curah untuk konsumen kelas menengah ke bawah dibatasi Rp 11 ribu per liter, namun tetap ada minyak premium bermerek yang dijual dengan harga variatif.
(Baca: Mendag Kaji Ulang Aturan Harga Eceran Tertinggi Beras)
Sementara Ketua Umum Koperasi Pasar Induk Beras Cipinang, Zulkifli Rasyid juga menyatakan keberatan penyeragaman harga beras. Pasalnya, biaya distribusi di tiap daerah sangat beragam. "Harga ini tidak ideal. Saya sudah mengusulkan ke Menteri Perdangangan, ini tidak cocok," ujar Zulkifli.
Di pihak lain, Ketua Persatuan Penggilingan Padi dan Beras Indonesia (Perpadi) Soetarto Alimoeso menjelaskan pihaknya siap menjalani apa keputusan yang dikeluarkan pemerintah. Dia menjelaskan, pemerintah memang berwenang menentukan harga.
Ia juga menghargai upaya pemerintah untuk melibatkan banyak pihak sebelum mengambil keputusan. "Apa pun keputusannya, saya harus siap," kata dia.
Di sisi produksi, Ketua Bidang Tanaman Pangan Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Fajar Pamuji menyatakan, keputusan harga beras dari pemerintah tidak menjadi masalah karena harga pembelian pemerintah (HPP) telah naik 10 persen.
(Baca juga: Polisi Lanjutkan Kasus Beras 'Maknyuss' Meski Aturan HET Batal)
Fajar menginformasikan HPP Gabah Kering Panen naik dari Rp 3.700 per kilogram menjadi Rp 4.070 per kilogram, harga Gabah Kering Giling (GKG) naik dari Rp 4.600 per kilogram naik jadi Rp 5.060 per kilogram, dan harga beras naik dari Rp 7.300 per kilogram menjadi Rp 8.030 per kilogram.
Menurutnya, meski batasan harga tersebut hanya mengikat Bulog, pedagang lain akan mengikuti. Dia juga menjelaskan petani padi telah membentuk sistem kemitraan dengan pemerintah untuk pembelian gabah atau beras. "Perhatian pemerintah terhadap beras kita sambut baik," katanya.
Sementara, Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Tjahya Widayanti mengatakan pembahasan harga beras akan dilanjutkan dalam waktu dekat. Pembahasan untuk penentuan harga beras ditunda karena masih kurangnya pihak distributor beras yang hadir. "Belum selesai, nanti hari Jumat (18/8) lagi," kata Tjahya.
(Baca juga: Kejar Target Ekonomi, Pemerintah Perlu Relaksasi Pajak dan Bansos)