Skema Baru Kontrak Migas
Peraturan Menteri ESDM Nomor 8 Tahun 2017 yang mengatur kontrak bagi hasil gross split membawa skema baru dalam investasi di sektor hulu minyak dan gas bumi di Tanah Air. Melalui aturan itu blok yang berakhir masa kontraknya dan tidak diperpanjang akan menggunakan kontrak bagi hasil gross split. Sedangkan untuk wilayah kerja yang habis kontraknya dan diperpanjang maka pemerintah dapat menetapkan bentuk kontrak kerja sama semua atau bentuk gross split.
(Baca: Aturan Terbit, Kontrak Baru Migas Pakai Skema Gross Split)
Peraturan yang diteken Menteri ESDM, Ignasius Jonan pada Senin lalu (16/1) tersebut juga memuat tentang tiga komponen penentu besaran bagi hasil migas antara negara dan kontraktor. Skema ini berbeda dengan bentuk kerja sama sebelumnya yang menggunakan sistem cost recovery atau penggantian biaya operasional oleh negara. Dalam kebijakan baru tersebut, modal dan risiko seluruhnya ditanggung oleh kontraktor.
(Baca: Mengukur Manfaat Skema Baru Gross Split bagi Negara)
Penghitungan bagi hasil gross split memuat tiga indikator yakni komponen dasar, variabel, dan progresif. Komponen awal digunakan sebagai acuan dasar penetapan bagi hasil pada saat persetujuan rencana pengembangan lapangan. Sementara komponen variabel dan progresif untuk menambah dan mengurangi komponen dasar. Besaran komponen variabel dan progresif bervariasi dari 0 hingga 16 persen.
(Baca: Pakai Gross Split, Negara Tetap Kuasai Aset Migas Kontraktor)