Mengenal Varian Lambda yang Mendominasi Covid-19 di Amerika Selatan

Agustiyanti
10 Juli 2021, 13:28
varian Lambda, varian covid-19, varian baru Covid-19
ANTARA FOTO/REUTERS/Agustin Marcarian/WSJ/sa.
Ilustrasi. Argentina turut melaporkan peningkatan prevalensi Lambda sejak minggu ketiga Februari 2021, serta antara 2 April dan 19 Mei 2021. Varian tersebut menyumbang 37% dari kasus Covid-19 di Argentina.

Pandemi Covid-19 telah berlangsung lebih dari 18 bulan dan varian-varian baru virus ini terus bermunculan. Ada varian Alfa, Delta, Kappa, dan kini muncul yang terbaru, yakni varian Lambda.

Kementerian Kesehatan Malaysia dalam cuitan di akun Twitter resminya menyebut varian ini kemungkinan lebih mematikan dari Varian Delta. Varian lambda, atau C.37 telah menyebar dengan cepat di Amerika Selatan, khususnya di Peru. Negara ini mencatatkan angka kematian yang tinggu yakni mencapai 194.087 orang dari total 2,07 juta kasus hingga Sabtu (10/7) berdasarkan data Worldometer. 

Sampel virus paling awal didokumentasikan pada Agustus 2020. Namun, WHO baru menandainya sebagai 'varian of interest' pada 14 Juni 2021 karena penyebaran kasus yang mulai terlihat nyata.

Mengutip CNBC, WHO dalam laporannya pada pertengahan Juni mengkaitkan varian Lambda dengan peningkatan penyebaran kasus yang terjadi di beberapa negara. Hal ini sejalan dengan investigasi WHO pada munculnya berbagai varian baru Covid-19.

Kemunculan varian C.37 paling banyak terjadi di Amerika Selatan. Pihak berwenang di Peru melaporkan bahwa 81% kasus Covid-19 yang diurutkan sejak April 2021 dikaitkan dengan Lambda. Argentina juga melaporkan peningkatan prevalensi Lambda sejak minggu ketiga Februari 2021, serta antara 2 April dan 19 Mei 2021. Varian tersebut menyumbang 37% dari kasus Covid-19 di Argentina.

Menurut data Public Health England pada 24 Juni, varian Lambda telah terdeteksi di 26 negara. Ini termasuk Chili, Argentina, Peru, Ekuador, Brasil dan Kolombia serta AS, Kanada, Jerman, Spanyol, Israel, Prancis, Inggris dan Zimbabwe.

WHO dan badan kesehatan masyarakat lainnya mencoba memahami bagaimana efek varian ini dibandingkan dengan jenis virus lainnya, termasuk apakah varian ini dapat lebih menular dan resisten terhadap vaksin.

Pada pertengahan Juni, WHO mengatakan Lambda membawa sejumlah mutasi dengan dugaan implikasi fenotipik, seperti potensi peningkatan penularan atau kemungkinan peningkatan resistensi terhadap antibodi penetral.

WHO mengatakan saat ini terdapat bukti terbatas tentang perubahan genom dari varian Lambda. Namun, menurut WHO, masih perlu penelitian lebih lanjut. Meski demikian, WHO memberikan catatan penting yakni varian ini masih satu langkah di bawah mutasi Alfa dan Delta yang saat ini menjadi kekhawatiran dunia. 

"Lambda akan masuk dalam kriteria sebagai varian yang dianggap mengkhawatirkan jika telah menunjukkan tren kenaikan penularan atau keparahan atau jika memiliki dampak pada upaya pencegahan penularan," kata Pimpinan Teknis WHO untuk Covid-19, Maria Van Kerkhove.

WHO juga mengingatkan diperlukan lebih banyak penelitian tentang efek varian Lambda terhadap kemanjuran vaksin, terutama pada vaksin yang tersedia secara luas di Barat, seperti Pfizer-BioNTech, Moderna atau Oxford-AstraZeneca. Sementara negara-negara di Amerika Selatan saat ini lebih banyak menggunakan vaksin Coronavac (Sinovac) dari Tiongkok.

Sebuah studi yang dirilis Universitas Chile di Santiago terhadap para pekerja medis yang telah menerima dua dosis Sinovac menunjukkan vaksin mampu mendorong pelepasan antibodi untuk menetralisasi mutasi protein pada varian Lambda. Coronavac efektif mencegah rawat inap dan efektif, dan perawatan di Unit Perawatan Intensif (ICU), serta mencegah kematian.

Vaksin Tiongkok menghadapi keraguan yang meningkat terkait kemanjurannya dalam melawan Covid-19. Ini diperparah dengan data yang minim terkait efektivitas melawan varian Delta yang saat ini mendominasi kasus global.

Tidak ada vaksin yang tersedia saat ini yang dianggap 100% efektif mencegah infeksi Covid -19, meskipun vaksin Tiongkk sejauh ini bernasib lebih buruk dalam uji klinis. Sinovac dilihat sebagai 50,4% efektif dalam percobaan Brasil yang hasilnya diterbitkan pada bulan Januari. Sebuah studi di UEA yang diterbitkan Desember lalu menemukan vaksin Sinopharm efektif 86%.

Namun, Tiongkok telah mempertahankan vaksinnya, dan para ahli mencatat bahwa negara-negara tidak boleh berhenti menggunakan vaksin Covid-19 Tiongkok terutama di tengah kurangnya pasokan di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah.

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...