Pemerintah Larang Ekspor Batu Bara Mulai Hari ini Hingga 31 Januari
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) resmi melarang ekspor atau penjualan batu bara ke luar negeri mulai hari ini (1/1) hingga 31 Januari 2022. Seluruh perusahaan pemegang PPKP2B dan IUP wajib memasok seluruh batu bara untuk kebutuhan di dałam negeri.
Lapangan ekspor ini termuat dalam surat edaran Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM kepada direktur utama perusahaan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B), perusahaan Izin Usaha Pertambangan (IUP) operasi produksi, dan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) sebagai kelanjutan operasi/kontrak, serta perusahaan pemegang izin pengangkutan dan penjualan batu bara.
Selain melarang ekspor batu bara pada Bulan Ini, Kementerian ESDM meminta para perusahaan tersebut memasok sleluruh produksi batu baranya untuk memenuhi kebutuhan listrik untuk kepentingan umum. Hal ini sesuai dengan kewajiban pemenuhan kebutuhan dalam negeri dan/atau penugasan dari pemerintah kepada perusahaan dan/atau kontrat dengan PLN dan Independent Power Producer (IPP).
“Dalam hal sudah terdapat batu bara di pelabuhan mulat dan/atau sudah dimuat di kapał agar segera dikirimkan ke PLTU milik grup PLN dan IPP yang pelaksanaannya agar segera diselesaikan dengan PLN,” demikian tertuang dalam surat edaran yang diteken Dirjen Minerba Ridwan Djamaluddin pada Jumat (31/12).
Surat ini, antara lain menanggapi surat dari direktur utama PLN perihal krisis pasokan batu bara untuk PLTU PLN dan IPP. Berdasarkan surat tersebut, persediaan batu bara di PLN grup dan IPP saat ini kritis dan sangat rendah sehingga dapat menganggu operasional PLTU yang berdampak pada sistem kelistrikan nasional.
Kebijakan larangan ekspor ditempuh untuk mengamankan pasokan terutama guna mengantisipasi kondisi cuaca ekstrim pada Januari dan Februari 2022. Adapun lapangan ini akan dievaluasi dan ditinjau kembali berdasarkan realisasi pasokan batu bara untuk PLTU grup PLN dan IPP.
Menaggapi kebijakan pemerintah, Ketua Asosiasi Pemasok Energi dan Batubara Indonesia (Aspebindo) Anggawira mengatakan, pihaknya akan mendorong para anggotanya untuk memenuhi permintaan dalam negeri. Meski demikian, ia menilai harus ada reformulasi model usaha pertambangan batu bara di masa yang akan datang.
"Setiap kebijakan yang dikeluarkan pemerintah seharusnya memperhatikan iklim bisnis dan skala usaha yang dijalankan oleh pengusaha di industri batu bara dan dapat dijalankan secara komprehensif," kata dia dalam suaran pers.
Ia menilai UU Minerba sebenarnya dapat menjadi pintu masuk untuk membenahi iklim usaha yang ada, terutama terkait tambang-tambang besar pemilik PKP2B yang akan habis kontraknya. "Ini sebenarnya bisa dilakukan reformulasi kerja sama dengan PLN dan pemerintah,” kata dia.
Salah satunya model bisnis yang, menurut dia, mungkin dapat dijalankan adalah memberikan kuasa jual pada negara, dan perusahaan tambang hanya sebagai kontraktor. Hal ini sesuai amanat UUD Pasal 33 Ayat (3) yaitu Bumi, air dan kekayaan yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat.
Adapun sekretaris Jendral Aspebindo Muhammad Arif memberikan catatan penting terkait fenomena kelangkaan batu bara. Saat ini, menurut dia, dibutuhkan wadah komunikasi yang melibatkan para pelaku usaha batu bara nasional dalam merumuskan kebijakan. “Aspebindo siap menjadi wadah tersebut, “ kata dia.
Ia menilai, PLN seharusnya meminta mitra-mitra PLN existing berdasarkan kontrak-kontrak jangka panjang untuk meningkatkan volume pasokan yang sudah ada.Adapun Aspebindo berharap titik temu antara kebijakan harga yang dapat meningkatkan iklim bisnis batu bara sekaligus menjaga pasokan dalam negeri.
“Kestabilan kondisi pasar batubara sangat penting untuk terpenuhinya pasokan batu bara dalam jangka panjang. Apabila kebijakan pelarangan ekspor ini terulang kembali di masa yang akan datang, tentu akan memberikan citra yang kurang baik terkait iklim usaha batubara Indonesia," kata dia.