ESDM Rampungkan Rancangan Perpres Harga Energi Baru Terbarukan
Kementerian ESDM telah merampungkan rancangan peraturan presiden (perpres) tentang tarif pembelian tenaga listrik yang bersumber dari energi baru terbarukan (EBT). Rancangan perpres ini rampung bersama dengan draft Rencana Usaha Penyediaan Listrik (RUPTL) tahun 2021-2030.
"Rancangan perpres EBT diharapkan mendorong pengembangan EBT di Indonesia lebih cepat, karena ada dukungan dari K/L terkait lainnya. Selain itu, harga jual beli akan kompetitif dan transparan," ujar Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan Kementerian ESDM Chrisnawan Anditya kepada Katadata.co.id, Senin (27/9).
Ia mengatakan, pemerintah saat ini tengah membahas berapa biaya penggantian EBT yang harus dialokasikan pemerintah. Penggangian biaya terutama dirancang berdasarkan rencana pembangkit EBT yang akan dibangun dalam RUPTL PLN 2021-2030.
Dalam Perpres EBT ini, pemerintah akan menentukan skema harga listrik berdasarkan tiga kelompok utama. Pertama, feed-in tarif atau harga yang telah ditetapkan untuk pembelian tarif tenaga listrik dengan kapasitas 5 megawatt (MW). "Skema FIT untuk pembangkit EBT dengan kapasitas hingga 5 MW. Namun, harga belum dapat kami share," kata dia.
Kedua, opsi harga patokan tertinggi untuk kapasitas listrik di atas 5%. Ketiga, harga kesepakatan tenaga listrik dari pembangkit peaker atau pembangkit bersumber bahan bakar nabati (BBN) dan yang belum didefinisikan potensi dan harganya.
Dewan Energi Nasional (DEN) sebelumnya berharap salah satu sumber energi bersih yakni hidrogen dapat masuk dalam perpres harga listrik dari energi baru terbarukan (EBT).
Anggota DEN Satya Widya Yudha mengatakan cukup banyak alternatif sumber energi baru yang dapat dipilih dalam mendukung transisi energi, salah satunya hidrogen. Ia berharap supaya sumber energi baru ini dapat masuk dalam Rancangan Peraturan Presiden yang mengatur mengenai harga listrik energi baru terbarukan (EBT) sehingga harga keekonomiannya dapat dihitung.
"Nanti akan keluar perpresnya soal harga EBT. Mudah-mudahan hidrogen masuk di dalam perpres sehingga kita bisa tahu ini dapat dikembangkan atau tidak," kata Satya.
Ia mengatakan, pengembangan sumber energi baru terbarukan berbeda dibandingkan dengan gas bumi. Pemerintah tidak akan lagi memberikan subsidi seperti halnya yang sudah diberikan untuk harga gas khusus industri yang saat ini dipatok US$ 6 per MMBTU.
"Berbeda dengan harga gas. Pemerintah menanggung, tidak demikian di renewable. berapa keekonomiannya pemerintah tidak menanggung selisihnya," ujarnya.