Utang Baru Pemerintah hingga April Rp 410 Triliun, Terbanyak dari SBN
Kementerian Keuangan mencatat, pembiayaan utang mencapai Rp 410,1 triliun hingga April 2021. Mayoritas berasal dari penerbitan surat berharga negara (SBN).
Secara perinci, pembiayaan utang melalui SBN neto tercatat Rp 416,7 triliun atau tumbuh 79,9% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Sementara utang berupa pinjaman neto tercatat minus Rp 6,6 triliun, naik 36,6%.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, realisasi pembiayaan utang mencapai 70,9% dari target semester I 2021 dan 34,8% dari target keseluruhan tahun yakni Rp 1.177,4 triliun.
"Pembiayaan utang menopang kebutuhan pembiayaan non utang, termasuk investasi, dan menutup defisit APBN seiring upaya akselerasi pemulihan ekonomi dampak pandemi," kata Sri Mulyani dalam Konferensi Pers : APBN KITA Edisi Mei 2021, Selasa (25/5).
Adapun kontribusi pembelian SBN oleh Bank Indonesia melalui Surat Keputusan Bersama I mencapai Rp 108,43 triliun. Jumlah tersebut berbentuk pembelian surat utang negara (SUN) Rp 68,8 triliun dan surat berharga syariah negara (SBSN) Rp 39,6 triliun.
Secara keseluruhan, realisasi pembiayaan anggaran mencapai Rp 392,2 triliun atau tumbuh 80,8% dibandingkan April 2020. Selain utang, pembiayaan anggaran terdiri dari pembiayaan investasi negatif Rp 19,6 triliun, pemberian pinjaman Rp 1,7 triliun, dan pembiayaan lainnya Rp 100 miliar.
Di sisi lain, Kementerian Keuangan mencatat terdapat sisa lebih pembiayaan anggaran (SILPA) Rp 254,19 triliun hingga akhir April 2021. "Ini karena buffer yang carry over, kebutuhan belanja, serta strategi pembiayaan antisipasi adanya kenaikan inflasi AS yang berpotensi menimbulkan ketidakpastian dalam pembiayaan," katanya.
BI sebelumnya melaporkan posisi utang luar negeri (ULN) Indonesia kuartal I 2021 sebesar US$ 415,6 miliar atau setara Rp 6.056 triliun, turun 0,4% dibandingkan kuartal IV 2020 sebesar US$ 417,5 miliar. Perkembangan tersebut didorong oleh penurunan posisi utang pemerintah.
Kendati demikian, posisi ULN Indonesia tersebut tumbuh 7% jika dibandingkan dengan kuartal I 2020 yang sebesar US$ 389,3 miliar. Pertumbuhan tahunan itu lebih tinggi dibandingkan dengan kenaikan kuartal IV 2020 yang sebesar 3,5%.
Direktur Eksekutif Kepala Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono menjelaskan, posisi ULN pemerintah pada kuartal I 2021 mencapai US$ 203,4 miliar atau lebih rendah 1,4% dibandingkan dengan posisi kuartal IV 2020. "Penurunan tersebut antara lain karena pelunasan atas pinjaman yang jatuh tempo selama periode Januari hingga Maret 2021, yang sebagian besar merupakan pinjaman bilateral," ujar Erwin dalam keterangan resminya, Jakarta, Jumat (21/5).
ULN pemerintah kuartal pertama tahun ini tumbuh 12,4% secara tahunan, lebih tinggi dibandingkan 3,3% pada kuartal IV 2020. Hal ini didukung kepercayaan investor asing yang tetap terjaga, sehingga mendorong aliran masuk modal di pasar surat berharga negara (SBN) domestik.
Selain melalui SBN, pemerintah menarik sebagian komitmen pinjaman luar negeri, baik dari bilateral, multilateral, maupun komersial dalam upaya mendukung penanganan pandemi Covid-19 dan program pemulihan ekonomi nasional (PEN). ULN Pemerintah tetap dikelola secara hati-hati, kredibel, dan akuntabel untuk mendukung belanja prioritas.