Utang Pemerintah per Juli Naik 21% Tembus Rp 6.570 T

Abdul Azis Said
30 Agustus 2021, 18:26
utang pemerintah, utang, rasio utang,
KATADATA
Ilustrasi. Rasio utang pemerintah terhadap produk domestik bruto (PDB) pada Juli 2021 turun dari posisi Juni 2021 sebesar 41,35% menjadi 40,51%.

Kementerian Keuangan mencatat posisi utang pemerintah hingga akhir Juli 2021 sebesar Rp 6.570,17 triliun, naik 0,23% dari bulan sebelumnya Rp 6.554,56 triliun. Namun, posisi utang tersebut bertambah Rp 1.135 triliun atau naik 20,89% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. 

"Kondisi ekonomi Indonesia yang masih berada dalam fase pemulihan akibat perlambatan ekonomi yang terjadi di masa pandemi Covid-19 menyebabkan posisi utang pemerintah pusat secara nominal mengalami peningkatan dibandingkan dengan
periode yang sama tahun lalu," demikian tertulis dalam APBN Kita edisi Agustus 2021 seperti dikutip Senin (30/8).

Meski nominal utang pemerintah masih terus naik, pertumbuhannya melambat dibandingkan bulan sebelumnya yang tumbuh 2,1% secara bulanan atau bertambah Rp 136,4 triliun. Rasio utang pemerintah terhadap produk domestik bruto (PDB) bahkan turun dari posisi Juni 2021 sebesar 41,35% menjadi 40,51%.

Komposisi utang pemerintah bulan Juli masih didominasi surat berharga negara (SBN) sebesar Rp 5.727,71 triliun, atau 87,18% terhadap total utang pemerintah. Utang berbentuk SBN, terdiri atas SBN domestik Rp 4.437,61 triliun dalam bentuk SUN Rp 3.627,99 triliun dan sukuk Rp 809,63 triliun, serta SBN valas Rp 1.290,09 triliun dalam bentuk SUN valas Rp 1.001,58 triliun dan sukuk valas Rp 288,52 triliun.

Utang pemerintah juga berasal dari pinjaman dari dalam negeri Rp 12,70 triliun dan pinjaman luar negeri Rp 829,76 triliun. Adapun pinjaman luar negeri terbagi lagi ke dalam tiga kategori, yakni pinjaman bilateral Rp 312,64 triliun, pinjaman multilateral Rp 474,39 triliun dan pinjaman bank komersial Rp 42,73 triliun.

Kementerian Keuangan menyebut, terdapat beberapa langkah yang dilakukan pemerintah untuk meminimalisasi risiko utang pemerintah.

  1. Memanfaatkan fleksibilitas instrumen utang, dengan memanfaatkan pinjaman luar negeri yang biayanya lebih efisien. Salah satunya dilakukan dengan menerbitkan global bond bulan lalu dalam mata uang asing dolar AS dan euro. Penerbitan ini berhasil mencatatkan yield terendah untuk tenor 50 tanuh untuk obligasi yang pernah dikeluarkan pemerintah.
  2. Memanfaatkan dukungan Bank Indonesia sebagai standby buyer untuk menekan biaya utang. Hal ini sebagaimana SKB III yang pekan lalu diteken Bank Indonesia bersama Kementerian Keuangan yang memungkinkan bank sentral kembali memborong obligasi pemerintah dengan suku bunga lebih rendah. Selain itu, sebagian pembelian juga dilakukan dengan skema burden sharing alias berbagi beban, sehingga pemerintah dikenakan bunga 0%.
  3. Menjaga komposisi utang domestik lebih besar daripada utang valuta asing. Selain pengurangan pinjaman luar negeri, SBN berupa valas sebenarnya sudah turun dalam dua tahun terakhir, tercermin kepemilikan asing di SBN hingga 4 Agustus 2021 hanya 22,56% dari porsi akhir 2019 sebesar 32,23%.
  4. Mendorong pembiayaan sejumlah proyek dengan skema kerjasama pemerintah dan badan usaha (KPBU) serta blended financing. Kedua skema tersebut memungkinkan sektor swasta terlibat dalam sejumlah proyek infrastruktur di dalam negeri.

Reporter: Abdul Azis Said
Editor: Agustiyanti
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...