Modal Asing Kabur Rp 3 T dalam Sepekan Imbas Kuatnya Isu Tapering Off
Aliran modal asing masuk ke pasar keuangan domestik semakin lesu dalam tiga pekan terakhir terimbas kian kuatnya sinyal tapering off The Federal Reserve seiring data perbaikan ekonomi AS. Bank Indonesia (BI) mencatat, dana asing kabur Rp 2,99 triliun dalam seminggu terakhir.
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono mengatakan, investor asing masih mencatatkan beli bersih di pasar saham Rp 1,04 triliun, tetapi mencatakan jual bersih di pasar Surat Berharga Negara (SBN) mencapai Rp 4,03 triliun. "Berdasarkan data setelmen selama awal tahun 2021, terdapat nonresiden beli neto Rp 18,21 triliun," kata Erwin dalam keterangan tertulisnya, Jumat (17/9).
Tingkat premi risiko investasi atau credit default swap (CDS) Indonesia lima tahun naik dari ke 66,02 basis poin (bps) menjadi level 66,68 bps pada 16 September. Imbal hasil (yield) obligasi pemerintah tenor 10 tahun naik ke level 6,14% pada 17 September di tengah penurunan yield obligasi pemerintah AS atau US treasury tenor 10 tahun ke level 1,338%.
Seiring dana asing yang kabur, nilai tukar rupiah berhasil ditutup melemah ke posisi Rp 14.223 per dolar AS dibandingkan posisi minggu lalu Rp 14.203 per dolar AS. Pergerakan rupiah sepekan terakhir terutama dipengaruhi rilis sejumlah data ekonomi AS yang mendukung makin kuatnya wacana tapering off bank sentral AS alias The Federal Reserve (Fed).
Sentimen dimulai dari rilis inflasi AS bulan Agustus yang terpantau masih tinggi sekalipun melambat yakni 5,3% secara year-on-year (yoy), lebih kecil dari 5,4% bulan sebelumnya. Meski begitu kenaikan harga-harga bulan lalu masih jauh di atas target Fed tahun ini 2%. Secara bulanan juga melambat, inflasi Agustus 0,3% turun dari 0,5% bulan Juli.
Komponen inflasi inti, yang tidak menghitung kenaikan harga bahan pangan volatile dan energi, naik tipis 0,1% secara bulanan. Capain ini tercatat sebagai paling lambat sejak Februari dan lebih lemah dari inflasi komponen inti 0,3% pada Juli. Sementara secara tahunan, inflasi inti 4% setelah kenaikan tahunan 4,3% bulan sebelumnya.
"Inflasi tetap sangat kuat, bahkan jika tidak meledak seperti yang terjadi di awal tahun. Jika kita terus melihat penurunan inflasi lebih lanjut selama enam bulan ke depan, itu akan mengurangi tekanan pada Fed untuk segera tapering off dengan kenaikan suku bunga," kata wakil kepala ekonom di Aberdeen Standard Investments di Boston James McCann seperti dikutip dari Reuters, Selasa (14/9).
Sebagaimana pernyataan Gubernur Fed Jerome Powell dalam rapat akhir Juli lalu, bank sentral akan terus memantau kondisi inflasi dan pasar tenaga kerja sebelum menarik gas tapering off. Namun, Powell juga berulang kali berusaha meredam kekhawatiran pasar dengan mengatakan bahwa inflasi tinggi mungkin hanya bersifat sementara.
Dukungan untuk melanjutkan tapering off oleh The Fed juga tampaknya terlihat dari rilis data penjualan ritel AS bulan Agustus yang mulai naik. Ini mengindikasikan konsumsi mulai membaik dan ekonomi semakin pulih. Departemen Perdagangan pada kamis malam (16/9) melaporkan, penjualan ritel Agustus naik 0,7% secara mtm, setelah bulan sebelumnya terkontraksi 1,8%.
Penjualan didorong oleh lonjakan pembelian online, yang mengimbangi penurunan yang masih berlanjut oleh dealer mobil. Penjualan ritel online naik 5,3% setelah terkontraksi 4,6% pada Juli. Penjualan di toko pakaian naik tipis 0,1% bulan lalu. Ada kenaikan kuat transaksi di toko bahan bangunan dan furnitur yakni 3,5%.
Namun, rupiah masih berhasil turun tidak terlalu dalam jika dibandingkan pekan sebelumnya yang berhasil menguat 0,42%. Hal ini berkat sentimen positif dari dalam negeri seperti keputusan pelonggaran PPKM Level 4 di sejumlah wilayah serta rilis neraca dagang yang kembali cetak rekor.
Pemerintah awal pekan ini mengumumkan wilayah PPKM Level 4 di Jawa-Bali tersisa 3 kabupaten/kota setelah sebelumnya ada 11. Provinsi Jawa-Bali yang pekan sebelumnya memberlakukan PPKM level 4 penuh di semua kabupatn/kota, mulai kompak turun ke level 3.
Selain sentimen pelonggaran PPKM, rupiah juga menghijau berkat neraca dagang yang kembali surplus. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan surplus neraca dagang sebesar US$ 4,74 miliar pada Agustus 2021, sekaligus tertinggi sepanjang sejarah.
Surplus ini terutama ditopang oleh kinerja ekspor yang melesat di tengah kenaikan impor. Ekspor Agustus mencapai US$ 21,42 miliar atau naik 20,92% dari bulan sebelumnya (month to month/mtm) dan 64,1% dibandingkan Agustus 2020 (year on year/yoy). Sedangkan impor US$ 16,68 miliar, naik 10,35% mtm dan 55,26% yoy.