RI Masuk 10 Negara Paling Rentan Tapering Off AS, Ekonom Beda Analisa

Abdul Azis Said
6 September 2021, 21:05
tapering off, taper tantrum, the fed
ANTARA FOTO/Widodo S Jusuf/rwa.
Sejumlah kendaraan melintas di Jalan MH Thamrin, Jakarta, Jumat (21/5/2021).

Indonesia termasuk 10 negara paling rentan terkena dampak tapering off atau pengurangan pembelian aset oleh bank sentral Amerika Serikat (AS), The Fed. Meski begitu, ekonom menilai bahwa kondisi Nusantara masih lebih baik.

Daftar negara yang paling rentan terkena dampak tapering off itu dirilis oleh perusahaan layanan keuangan asal Jepang, Nomura Group pada akhir Agustus. Nomura membuat riset serupa saat taper tantrum delapan tahun lalu.

Saat itu, Indonesia juga masuk daftar lima negara yang pasarnya tengah berkembang alias emerging market paling rentan terkena dampak.

Tahun ini, Nomura kembali membuat laporan terkait negara yang paling rentan terkena dampak tapering off. Selain Indonesia, Filipina, Afrika Selatan, Brasil, Turki, Rumania, Hungaria, Peru, Cili, dan Kolumbia masuk daftar ini.

Meski begitu, Kepala Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual menilai, kondisi ekonomi Indonesia saat ini jauh lebih baik dibandingkan taper tantrum sewindu lalu. Pada 2013, Nusantara rentan karena menghadapi gejolak yang signifikan.

"Risiko tapering off kali ini ada, tapi harus dilihat risikonya seberapa besar. Menurut saya, mungkin relatif lebih moderat dibandingkan 2013," kata David kepada Katadata.co.id, Senin (6/9).

Setidaknya karena empat faktor, yaitu:

1. Posisi cadangan devisa Indonesia masih cukup tebal

Bank Indonesia (BI) melaporkan cadangan devisa US$ 137,3 miliar per akhir Juli. Nilainya jauh di atas rata-rata pada 2013 di kisaran US$ 90 miliar - US$ 100 miliar.

2. Peluang intervensi modal asing dalam stabilitas nilai tukar rupiah semakin sempit

Salah satunya, terlihat dari porsi investor asing dalam obligasi pemerintah turun dalam dua tahun terakhir. "Sekarang sekitar 22%. Ini kemungkinan core investor yang memang berinvestasi jangka menengah panjang,” kata dia.

“Jadi hedge fund itu sudah keluar dan belum banyak yang masuk lagi akhir-akhir ini," kata David.

3. Kepemilikan utang denominasi dolar AS melambat kenaikannya

Jumlah utang denominasi dolar AS naik 1,2% secara tahunan (year on year/yoy) dari US$ 98 miliar pada Juli 2020 menjadi US$ 99,2 miliar per Juli 2021. Sedangkan utang denominasi rupiah tumbuh 10,2% dari Rp 4.037,6 triliun menjadi Rp 4.450,3 triliun.

4. Rasio defisit transaksi berjalan atau current account defisit (CAD) terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) membaik

Pada periode taper tantrum 2013 lalu, rasio CAD terhadap PDB rata-rata di kisaran 3%. Sedangkan pada kuartal kedua tahun ini, defisit turun 0,8%.

Dengan data-data itu, David menilai bahwa kondisi Indonesia jauh berbeda dibanding Filipina. Sumber utama devisa negara tetangga itu, yakni sektor remitansi yang ditopang oleh tenaga kerja di luar negeri.

Namun, angka pengangguran melonjak di beberapa negara akibat pandemi corona. Oleh karena itu, potensi cadangan devisanya semakin tipis.

Halaman:
Reporter: Abdul Azis Said
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...