Jakarta PPKM Level 1, Rupiah Menguat ke 14.258 per dolar AS
Nilai tukar rupiah dibuka menguat 0,06% ke level Rp 14.267 per dolar AS pada perdagangan pasar spot pagi ini di tengah sentimen penetapan status Jakarta menjadi PPKM level 1. Meski demikian, kurs garuda diramal akan berbalik melemah di tengah penantian rencana tapering off yang kemungkinan diumumkan dalam rapat The Fed pekan ini.
DKI Jakarta dan sejumlah kabupaten/kota provinsi kini berstatus PPKM level 1. Keputusan ini berlaku mulai hari ini (2/10) hingga 15 November. Selain Jakarta, daerah level 1 PPKM mencakup Kota Bogor, Kabupaten Pangandaran, Kota Banjar, Kabupaten Bekasi, Kota Tangerang, Kabupaten Tangerang, Kota Tegal, Kota Semarang, Kota Magelang, dan Kabupaten Demak.
Selain itu, Kota Surabaya, Kota Mojokerto, Kota Madiun, Kota Blitar, dan Kota Pasuruan juga kini berstatus PPKM level 1. Sejumlah pelonggaran pun diberlakukan. Salah satunya, kapasitas pasar dan mal yang kini diperbolehkan hingga 100%.
Mayoritas mata uang Asia lainnya juga bergerak menguat. Yen Jepang dan dolar Hong Kong kompak menguat 0,02%, dolar Singapura 0,11%, dolar Taiwan 0,15%, won Korea Selatan 0,1%, peso Filipina 0,16%, rupee India 0,01% dan ringgit Malaysia 0,08%. Sedangkan pelemahan pada yuan Cina 0,05% bersama bath Thailand 0,09%.
Mengutip Bloomberg, rupiah terus menguat ke posisi Rp 14.258 pada pukul 10.00 WIB. Posisi ini semakin menguat dari penutupan kemarin di level Rp 14.275 per dolar AS.
Namun, analis pasar uang Ariston Tjendra memperkirakan rupiah masih berpotensi melemah ke level Rp 14.300 per dolar AS, dengan potensi penguatan Rp 14.200 per dolar AS. Pelemahan dipengaruhi penantian pasar terhadap rapat Komite Pasar terbuka Federal (FOMC) yang akan digelar kamis mendatang.
"Kelihatannya kekhwatiran pasar terhadap tapering meninggi sehingga pelaku pasar untuk sementara meninggalkan nilai tukar rupiah dan emerging markets lainnya," kata Ariston kepada Katadata.co.id, Selasa (2/11).
Pasar mengantisipasi The Fed akan mengumumkan rencana dimulainya tapering off alias pengetatan stimulus dalam pertemuan tersebut. Sebagaimana risalah rapat September, The Fed berencana memulai tapering off berupa pengurangan pembelian aset paling cepat pertengahan November atau Desember. Dengan demikian, dapat dipastikan rencana tersebut akan diumumkan dalam pertemuan pekan ini.
The Fed akan mengurangi pembelian aset senilai US$ 15 miliar dari pembelian rutinnya US$ 120 miliar. Bank sentral juga masih tetap berencana untuk mengakhiri pembelian aset pada pertengahan 2022. The Fed menegaskan, langkah pengurangan aset tidak berkaitan dengan rencana kenaikan suku bunga.
Sejauh ini, separuh dari anggota komite FOMC melihat kenaikan suku bunga bisa dilakukan lebih cepat pada tahun depan. Pasar mengantisipasi kenaikan bunga acuan The Fed dimulai pada pertengahan tahun depan.
Di sisi lain, sentimen tapering off tampaknya tidak signifikan memengaruhi pasar saham. Mayoritas indeks saham utama AS dan Eropa ditutup menguat pada perdaganagn semalam, sementara di Asia bergerak bervariasi.
"Membaiknya laporan penghasilan perusahaan di tengah pandemi menjaga optimisme tersebut. Ini mungkin bisa menahan pelemahan aset berisiko termasuk rupiah," kata Ariston.
Indeks Dow Jones Industrial ditutup menghijau 0,26%, bersama S&P 500 sebesar 0,18% dan Nasdaq Composite 0,63%. Indeks-indeks di Eropa juga menguat, FTSE 100 Inggris 0,71%, Dax Jerman 0,75%, CAC 40 Perancis 0,92% dan Ibex 35 Spanyol 1,38%.
Di Asia penguatan pada indeks Kospi Korea Selatan 1,54% bersama Nifty 50 India 1,46% dan Strait Times Singapura 0,14%. Sementara Hang Seng Hong Kong melemah 0,88%, Shanghai SE Composite Cina 0,08% dan Nikkei 225 Jepang 0,33%.
Dari dalam negeri, Ariston menilai, penguatan nilai tukar berpotensi terdorong oleh data Purchasing Managers' Index (PMI) manufaktur yang melesat. IHS Markit mencatat indeks PMI manufaktur Indonesia pada Oktober sebesar 57,2, naik dari bulan sebelumnya 52,2.
"PMI Manufaktur bisa mendorong penguatan rupiah, tetapi kembali lagi ke fokus pasar saat ini yaitu rencana tapering off The Fed. Mungkin sesudah pengumuman the Fed, pasar akan menimbang semuanya kembali," kata Ariston.
Senada dengan Ariston, analis pasar uang Bank Mandiri Rully Arya Wisnubroto juga maramalkan rupiah akan melemah di kisaran Rp 14.276 per dolar AS dengan potensi penguatan Rp 14.165. Sentimen pelemahan terutama datang dari penantian terhadap rencana tapering off yang bakal diumumkan pada pertemuan FOMC mendatang.
Dari dalam negeri, ia belum melihat adanya sentimen yang mampu mendongkrak penguatan. "Perkembangan kemungkinan masih didominasi oleh faktor global. Faktor inflasi masih belum bisq menahan sentiment global," kata Rully kepada Katadata.co.id.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat Indeks Harga Konsumen (IHK) berbalik inflasi 0,12% pada Oktober setelah deflasi 0,04% bulan sebelumnya. Kenaikan harga tiket angkutan udara menjadi pemicu utama kenaikan harga-harga bulan lalu. Selain itu, inflasi tinggi juga pada kelompok pengeluaran makanan, minuman dan tembakau sebesar 0,1%, terutama karena kenaikan harga cabai merah dan minyak goreng.