Sri Mulyani Soroti Penurunan Lifting Migas Ganggu Perekonomian
Realisasi produksi minyak dan gas (migas) Indonesia mengalami tren penurunan dalam satu dekade terakhir. Menteri Keuangan Sri Mulyani menilai, kondisi ini ikut memengaruhi kinerja perekonomi yang tengah berjuang untuk pulih.
Ia menjelaskan, produksi migas Indonesia terus turun di tengah permintaan yang justru terus naik. Pada tahun lalu, lifting minyak hanya mencapai 707 ribu barel per hari. Lifting gas juga turun menjadi 983 ribu barel per hari.
"Produksi migas kita yang melanjutkan penurunan ini menciptakan gap yang luas dari sisi permintaan dan itu diterjemahkan dalam neraca perdagangan dan neraca transaksi berjalan. Ini menciptakan kelemahan lainnya pada ekonomi jika kita ingin pertumbuhan yang berkelanjutan," kata Sri Mulyani dalam acara The 2nd International Convention on Indonesian Upstream Oil and Gas 2021, Selasa (30/11).
Menurut Sri Mulyani, meningkatnya gap permintaan tentu akan mendorong kenaikan dari sisi impor migas. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, nilai impor migas RI sepanjang Januari-Oktober 2021 sudah mencapai US$ 19,1 miliar, naik 64% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Pandemi telah mendorong turunnya permintaan terhadap migas sepanjang tahun lalu, terlihat dari nilai impor migas yang lebih kecil dibandingkan 2019. Kendati demikian, Sri Mulyani memperingatkan bahwa konsumsi migas masih akan melanjutkan kenaikan mengingat ukuran perekonomi dan populasi Indonesia yang besar.
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu mengatakan, pemerintah saat ini memfokuskan dukungan pada upaya peningkatkan produksi migas. Ini untuk mengurangi defisit produksi dan demand gap yang menciptakan krentanan pada perekonomian nasional.
"Kebijakan fiskal melalui subsidi pajak menjadi salah satu yang paling penting tapi bukan satu-satunya yg penting untuk meningkatkan produksi migas kita," kata Sri Mulyani.
Pemerintah telah mengimplementasikan skema production sharing contract dan cost recovery dalam rangka menarik investasi di sektor hulu migas. Ini tertuang dalam Peraturan pemerintah Nomor 79 tahun 2010. Selain itu juga ada skema gross split melalui PP nomor 53 tahun 2017.
"Dua kebijakan ini menyediakan pilihan bagi investor tergantung pada risk appetitenya. Tetapi implementasi regulasi ini belum tercapai maksimal terhadap implikaisinya ke produksi migas Indonesia," kata Sri Mulyani.
Ia juga mengungkap Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) saat ini tengah berdiskusi dengan Kementerian Keuangan untuk mendukung upaya peningkatan lifting migas dari sisi fiskal. Kedua lembaga membahas rencana reformasi aturan yang komperehensif terkait cost recovery, gross split hingga aturan perpajakan secara umum.
Namun, Sri Mulyani kembali menekankan bahwa upaya mendorong optimalisasi lifting migas tidak hanya mengandalkan dorongan dari sisi fiskal semata. Upaya untuk meningkatkan investasi di sektor hulu migas membutuhakn kepastian kontrak, efisiensi dari sisi teknologi, serta transaparansi dan good governance.
"Ini karena kita berbicata tentang Sumber Daya Alam yang bisa kita ambil dari bumi, jadi kita berhutang kepada generasi berikutnya, sehingga butuh kerangka kebijakan yang kuat," kata Sri Mulyani.