Pemerintah Kantongi Penerimaan Rp 6 T dari Pengungkapan Sukarela Pajak
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mencatat penerimaan negara dari Program Pengungkapan Sukarela (PPS) sudah mencapai Rp 6,02 triliun. Penerimaan tersebut berasal dari pengungkapan harta 35.290 wajib pajak dengan jumlah surat keterangan yang dilaporkan sebanyak 40.338.
"Data per 11 April 2022 pukul 08.00 WIB, jumlah harta bersih (yang dilaporkan) sebesar Rp 58,9 triliun," demikian dikutip dari laman resmi pajak.go.id/PPS.
Sebanyak 85,8% atau Rp 50,5 triliun harta yang diungkapkan dideklarasikan di dalam negeri dan hasil repatriasi luar negeri. Selain itu, terdapat 7,8% atau Rp 4,6 triliun harta yang hanya dideklarasikan di luar negeri. Harta setelah dideklarasikan kemudian akan diinvestasikan sebanyak 6,4% atau 3,7 triliun.
Program PPS merupakan salah satu mandat dalam beleid perpajakan yang baru, yakni UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Program ini sudah berjalan selama lebih dari tiga bulan sejak awal tahun ini dan berlangsung selama enam bulan hingga akhir Juni mendatang.
Program ini terdiri atas dua skema tarif. Skema pertama berlaku untuk wajib pajak orang pribadi atau badan yang pernah mengikuti tax amnesty jilid pertama tetapi masih ada harta yang belum atau kurang dilaporkan yang diperoleh dari 1 Januari 1985-31 Desember 2015. Bagi wajib pajak yang memiliki harta pada periode tersebut tetapi tidak ikut tax amnesty jilid I juga diperbolehkan ikut PPS pada skema pertama ini. Pada skema pertama ini berlaku tarif 6-11%.
Sementara skema kedua, hanya untuk wajib pajak orang pribadi yang hartanya diperoleh mulai 1 Januari 2016-31 Desember 2020. Dalam skema kedua ini, berlaku tarif 12-18%.
Adapun jika masih terdapat harta untuk skema pertama yang belum atau kurang ungkap dalam surat pernyataan, yang belum diungkapkan dalam program PPS, maka akan diberlakukan ketentuan dalam regulasi Tax Amnesty (TA).
"Dalam hal masih terdapat harta yang belum atau kurang ungkap tersebut, maka dapat dikenai PP 36 Tahun 2017 ditambah sanksi administrasi perpajakan berupa kenaikan sebesar 200% dari PPh yang tidak atau kurang dibayar sesuai Pasal 18 ayat (3) UU TA," kata DJP.
Ketentuan tarif PPh final sebagaimana PP 36 2017, yaitu 25% untuk badan, 30% untuk orang pribadi, dan 12,5% untuk wajib pajak tertentu. Tarif tersebut kemudian dikalikan dengan harta bersih tambahan.
Sementara bagi harta perolehan tahun 2016-2020 yang tidak diikutsertakan dalam PPS skema kedua, maka berlaku PPh final harta bersih tambahan dengan tarif 30%, serta sanksi bunga per bulan ditambah uplift factor 15%.