Bank Dunia Pangkas Prospek Ekonomi Global Efek Perang Hingga Utang
Bank Dunia memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi global dari sebelumnya sebesar 4,1% menjadi 3,2%. Hal ini seiring dengan tekanan dari krisis yang bertumpang tindih, mulai dari Covid-19, lonjakan inflasi, hingga perang Rusia dan Ukraina.
"Perang di Ukraina dan langkah penguncian atau lockdown terkait Covid-19 di Cina, mendorong tingkat pertumbuhan global lebih rendah dan tingkat kemiskinan lebih tinggi," kata Presiden Bank Dunia David Malpass, Senin (18/4).
Malpass juga menyatakan keprihatinannya terhadap negara berkembang yang tengah menghadapi kenaikan harga mendadak untuk energi, pupuk, makanan, serta kemungkinan suku bunga. Kenaikan harga memberikan pukulan yang keras terhadap perekonomian negara berkembang.
Kenaikan harga juga memicu krisis pangan, terutama di negara miskin. Negara termiskin dunia cenderung menjadi negara pengimpor pangan. Adapun makanan menyumbang setidaknya setengah dari total pengeluaran dari rumah tangga negara miskin.
"Negara-negara harus mengambil tindakan sekarang untuk mendorong produksi pangan, energi, dan pupuk. Rantai produksi membutuhkan ketiganya," kata dia.
Dia juga mengatakan, masyarakat dunia akan menghadapi tren kemunduran pembangunan di sektor pendidikan, kesehatan dan kesetaraan gender. Aktivitas komersial dan perdagangan juga akan menurun. Selain itu, krisis utang dan depresiasi mata uang akan memberi beban sangat berat bagi kelompok miskin.
Menurut Malpass, perdagangan global masih menghadapi tarif impor yang tinggi, tarif ekspor yang tinggi, subsidi harga pangan yang mahal, bahkan larangan ekspor produk pangan. Masyarakat internasional perlu segera meningkatkan bantuan darurat untuk kerawanan pangan dan membantu memperkuat jaring pengaman sosial.
Sebagai respons, Bank Dunia juga kini tengah membahas langkah untuk mempertebal dana bantuan untuk krisis sekitar US$ 170 miliar yang akan dipakai selama 15 bulan ke depan. Ia berharap akan mulai mencairkan US$ 50 miliar dari dana tersebut dalam tiga bulan ke depan.
"Ini adalah respons krisis yang berkelanjutan dan masif mengingat kelanjutan dari krisis," kata Malpass.
Malpass mengatakan utang dan inflasi kini juga menjadi dua masalah besar yang dihadapi pertumbuhan ekonomi global. Banyak negara berada dalam tekanan keuangan yang parah akibat tingkat utang dan defisit yang tinggi. Menurut dia, sebanyak 60% negara berpenghasilan rendah sudah berada dalam kesulitan utang atau berisiko tinggi.
Organisasi untuk Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) dalam laporan bulan lalu juga menyebut ketidakpastian akibat perang di Ukraina bisa memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi global hingga 1% di bawah perkiraan sebelum konflik. Di sisi lain, inflasi diperkirakan meningkat 2,5%. Sementara itu, perkiraan Dana Moneter Internasional (IMF) terbaru untuk proyeksi pertumbuhan global baru akan dirilis malam ini.
IMF pada Oktober 2021 memproyeksi ekonomi dunia akan tumbuh 4,9% pada tahun ini.