Bamsoet: Tak Ada Negara yang Berikan Subsidi BBM Sebesar Indonesia
Pemerintah telah menambah anggaran subsidi BBM, gas, dan listrik hingga menjadi Rp 502 triliun. Ketua MPR Bambang Soesatyo menyebut tidak ada negara di dunia yang memberikan subsidi BBM sebesar Indonesia.
“Tidak ada negara yang memberikan subsidi sebesar itu,” kata Bambang Soesatyo dalam Sidang Tahunan MPR RI dan Pidato Kenegaraan Presiden, Selasa (16/8).
Bambang mengatakan, besarnya subsidi energi tersebut tak lepas dari harga minyak dunia yang mencapai US$ 98 per barel, jauh lebih tinggi dari asumsi APBN 2022 di angka US$ 63 per barel. Lonjakan harga minyak tersebut, menurut dia, juga mempersulit pemerintah untuk menahan tekanan inflasi jika harus kembali menambah subsidi.
Bambang juga menyoroti tantangan sektor fiskal dan moneter yang membayangi Tanah Air. Dari sektor fiskal, menurut dia, pemerintah harus dapat menormalisasi defisit anggaran, menjaga proporsi utang luar negeri terhadap Produk Domestik Bruto alias PDB, dan keberlanjutan pembiayaan infrastruktur. Sementara dari sektor moneter, Indonesia harus mengendalikan laju inflasi, menjaga cadangan devisa, dan menjaga stabilitas nilai tukar rupiah.
“Defisit anggaran yang harus kembali ke angka kurang dari 3% pada tahun 2023 menjadi tantangan utama karena kondisi pemulihan yang tidak menentu,” ujar Bambang.
Di sisi lain, menurut dia, peningkatan utang yang signifikan menimbulkan beban pembayaran bunga tambahan. Untuk itu, menurut dia, strategi yang dapat digunakan pemerintah adalam jangka pendek adalah menyusun prioritas dan realokasi anggaran. Sementara dalam jangka panjang, menurut dia, pemerintah harus memiliki perencanaan pembayaran utang sedikitnya dalam jangka 30 tahun ke depan.
Pemerintah saat ini harus memilih antara menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) atau menambah anggaran subsidi dan kompensasi energi di tengah ancaman kuota BBM bersubsidi khususnya Pertalite yang menipis. Namun demikian, Kementerian Keuangan mengatakan masih terus memonitor perkembangan konsumsi BBM terkini. Staf Ahli Bidang Pengeluaran Negara Kementerian Keuangan Made Arya Wijaya mengatakan pemerintah masih mengkaji dua pilihan tersebut dan memastikan kenaikan harga BBM bersubsidi sebagai opsi terakhir.
"Kebijakan penyesuaian harga merupakan pilihan yang terakhir," ujarnya kepada Katadata.co.id, Senin (15/8).
Anggota BPH Migas Saleh Abdurrahman mengatakan saat ini kuota Pertalite hanya tersisa 27% atau 6,2 juta kl. Padahal rata-rata konsumsi Pertalite per bulan mencapai 2,4 juta kl. Sedangkan kuota solar bersubsidi tersisa 33,6% atau 5 juta kl sampai akhir tahun dengan rata-rata penyerapan BBM Solar di angka 1,41 juta kl. Saleh mengatakan pemerintah dan DPR sudah mengajukan kenaikan kuota Pertalite menjadi sekitar 29 juta kl.
"Sudah diajukan ke pemerintah, menunggu putusan dari Kemenkeu," kata Saleh kepada Katadata.co.id.
Susiwijino mengatakan, pemerintah akan membuat harga BBM tidak akan terlalu memberatkan masyarakat jika harus memilih untuk menaikkan harga. Selain itu, pemerintah akan menyiapkan tambahan berbagai bantuan sosial.