Sri Mulyani: Rumah Tangga Miskin Habiskan Rp 246.382/Bulan untuk Rokok
Rokok masih menjadi penyumbang terbesar kedua kemiskinan, setelah beras. Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebut, rata-rata rumah tangga miskin menghabiskan Rp 246.382 per bulan.
"Ini memang menimbulkan dilema mengenai bagaimana kita bisa mempengaruhi konsumsi rumah tangga untuk membeli barang-barang yang lebih bergizi atau dibutuhkan oleh anak-anak," ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers, Senin (12/12).
Berdasarkan data yang dipaparkan Sri Mulyani mengutip riset Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia (PKJS-UI), peningkatan pengeluaran rokok sebesar 1% akan meningkatkan kemungkinan rumah tangga menjadi miskin sebesar 6%.
Data Susenas BPS Maret 2022 menunjukkan, rata-rata pengeluaran rumah tangga untuk rokok di perkotaan mencapai 12,21%, sedangkan di pedesaan 11,63%.
Sri Mulyani menjelaskan, instrumen cukai menjadi salah satu upaya pemerintah untuk menekan konsumsi rokok masyarakat. Dengan adanya cukai, ia berharap konsumsi rokok dapat menurun.
"Selain memang kami mengetahui ada faktor lain yang berkaitan dengan konsumsi rokok, seperti iklan dan promosi rokok, pendidikan, serta akses yang mudah membeli rokok eceran," ujarnya
Menurut Sri Mulyani, harga rokok di Indonesia tergolong murah sebesar US$ 2,1 per bungkus. Ini jauh di bawah rata-rata dunia US$ 4,1, apalagi Australia yang memiliki harga rokok tertinggi US$ 21.
Laporan Atlas Tembakau Indonesia 2020 menunjukkan semakin miskin masyarakat maka konsumsi rokok semakin tinggi. Ini terbukti dari konsumsi rokok laki-laki tertinggi berada pada kuintil kalangan terbawah dengan persentase 82%.
Konsumsi rokok tertinggi kedua berasal dari kalangan kuintil menengah bawah sebesar 77,1%. Kemudian disusul kuintil menengah sebesar 73,3% dan menengah atas 70,2%.
Sementara itu, konsumsi terendah berasal dari masyarakat terkaya. Konsumsi rokok masyarakat dari kuintil atas sebanyak 58,4%.
Rokok mempengaruhi tingkat kemiskinan karena bukan bahan makanan pokok, tetapi tingkat konsumsinya tinggi. Pasalnya, pengeluaran untuk rokok tersebut mengganggu pendapatan real masyarakat. Harga rokok memiliki kontribusi terhadap faktor kemiskinan 11.38% di pedesaan dan 12.22% di perkotaan.
Anak-anak dari orang tua perokok (perokok kronis) memiliki pertumbuhan berat badan secara rata-rata lebih rendah 1,5 kg dibandingkan dengan anak-anak dari orang tua bukan perokok.