Pabrik Baru Hyundai Rp21,8 Triliun di RI Bisa Serap 5.000 Tenaga Kerja
Hyundai Motor Company atau HMC telah mengumumkan rencana investasinya sebesar US$ 1,549 Miliar atau Rp 21,8 triliun. Investasi pabrikan mobil asal Korea Selatan tersebut diperkirakan dapat menyerap 5.000 tenaga kerja.
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengatakan investasi Hyundai bisa memberikan nilai tambah besar untuk perekonomian Indonesia. Apalagi investasi yang akan dikucurkan 50% lebih besar dari prediksi awal yaitu sebesar US$ 1 Miliar.
"Ada pengembangan pusat pelatihan, penelitian dan pengembangan mobil listrik," ujar Bahlil dalam keterangan resminya, Busan, Selasa (26/11).
(Baca: Saingi Dominasi Jepang, Hyundai Investasi di Indonesia Rp 21,8 Triliun)
Investasi Hyundai itu disahkan melalui Memorandum of Understanding (MoU) antara pemerintah RI yang diwakili Bahlil dengan CEO HMC Won Hee Lee pada Selasa sore (26/11). Presiden Joko Widodo juga ikut hadir menyaksikan penandatanganan MoU tersebut.
Bahlil menjelaskan, investasi Hyundai di Indonesia dilakukan dalam dua tahap yaitu tahun 2019 – 2021 dan tahun 2022 – 2030. Pada fase pertama, Hyundai akan fokus membangun pabrik pembuatan mobil di Bekasi, Jawa Barat dan akan mengekspor setidaknya 50% dari total produksi.
Sedangkan fase kedua akan fokus pada pengembangan pabrik pembuatan mobil listrik, pabrik transmisi, penelitian dan pengembangan (R&D), pusat pelatihan. Pada tahap ini, Hyundai akan mengekspor 70% produksinya.
"Hyundai akan memulai produksi pada 2021, dengan kapasitas 70.000 hingga 250.000 unit per tahun termasuk mobil listrik ke depannya," ujarnya.
Agar manfaat tersebut bisa didapat lebih maksimal, Bahlil meminta Hyundai agar menggunakan bahan baku dari Indonesia. Selain itu, proyek tersebut juga wajib bekerjasama dengan pengusaha lokal. Contohnya menggunakan bahan baterai dari Morowali, serta ban dari karet dalam negeri.
(Baca: Jepang dan Tiongkok Jajaki Investasi Kendaraan Listrik di Indonesia)
Apalagi menurutnya salah satu alasan Hyundai beroperasi di Indonesia karena memiliki bahan baku bijih nikel yang digunakan untuk baterai Lithium-ion sebagai komponen kendaraan listrik.
Sedangkan Hyundai beralasan pembangunan pabrik di Indonesia akan membebaskan mereka dari bea masuk impor 5% hingga 80% di negara-negara Asia Tenggara. Selain itu fasilitas produksi baru akan membantu pertumbuhan bisnis Hyundai.
“Akan membantu di tengah lemahnya permintaan di pasar otomotif dunia,” demikian bunyi pernyataan resmi Hyundai seperti dilansir dari Reuters, Rabu (27/11).