Tarik-Menarik Rem Darurat Anies untuk Meredam Kasus Corona di jakarta

Rizky Alika
29 Desember 2020, 05:45
Petugas Pemadam Kebakaran menyemprotkan cairan disinfektan di kawasan Monumen Nasional (Monas), Jakarta, Rabu (17/6/2020). Penyemprotan cairan disinfektan untuk mencegah penyebaran COVID-19 di kawasan Monas yang akan dibuka kembali pada 20 Juni 2020.
ANTARA FOTO/Wahyu Putro A/foc.
Petugas Pemadam Kebakaran menyemprotkan cairan disinfektan di kawasan Monumen Nasional (Monas), Jakarta, Rabu (17/6/2020). Penyemprotan cairan disinfektan untuk mencegah penyebaran COVID-19 di kawasan Monas yang akan dibuka kembali pada 20 Juni 2020.
  • Pemprov berencana menarik rem darurat karena lonjakan kasus positif Corona di Jakarta.
  • Ahli kesehatan berharap seluruh kegiatan dibatasi demi memutus rantai penularan.
  • Pengusaha khawatir kebijakan ini akan berdampak pada lonjakan angka PHK

Wacana tarik rem pembatasan sosial untuk menekan kasus Covid-19 mulai dilontarkan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria mengatakan, kemungkinan tersebut terjadi jika jumlah pasien positif corona terus meningkat sepanjang libur panjang Natal dan Tahun Baru 2021.

Riza mengatakan Gubernur Anies akan menggelar rapat dengan seluruh pihak yang berwenang mengenai potensi kebijakan ini diambil kembali. "Kalau nanti memang sudah melebihi dari standar terkait R0 (angka reproduksi Covid-19), kasus aktif dan lain-lain, bisa saja emergency break ditarik kembali," ujar Riza, Senin (28/12) dikutip dari Antara.

Advertisement

Berdasarkan data sebaran Covid-19 di Jakarta yang dirangkum dari corona.jakarta.go.id, selama Desember 2020, setidaknya empat kali DKI memecahkan rekor kasus harian. Rekor tertinggi kasus harian Covid-19 di Jakarta terjadi pada Jumat (25/12) dengan 2.096 kasus.

Sebelumnya rekor kasus harian berturut-turut terjadi pada 17 Desember (1.690 kasus), 19 Desember (1.899 kasus), dan 23 Desember (1.954 kasus). Hari Minggu (27/12/2020), total kasus Covid-19 di DKI Jakarta mencapai 175.926 kasus. Dari jumlah tersebut, sebanyak 158.615 orang dinyatakan sembuh dan 3.204 orang meninggal.

Adapun dari laman penyedia data The Bonza, angka reproduksi corona di Jakarta berada di angka 1.19 pada Minggu (27/12). Ini berarti setiap satu kasus bisa menulari lebih dari sagtu orang.

Namun, wacana Pemprov DKI Jakarta tersebut menuai dukungan sekaligus kritik dari berbagai pihak. Dukungan datang dari kalangan pakar kesehatan.

Epidemiolog dari Griffith University Dicky Budiman menilai, libur Natal dan tahun baru akan mempercepat perburukan kasus Covid-19. Ia pun menilai, Indonesia akan mencapai puncak penyebaran virus corona pada triwulan 1 2021 dengan jumlah korban sakit dan kematian yang meningkat.

"Ini perlu respons serius. Sebaiknya rencana penarikan rem darurat bukan cuma DKI Jakarta saja, tapi se-Jawa," kata Dicky saat dihubungi Katadata.co.id, Senin (28/12).

Ia menambahkan, PSBB tidak bisa dilakukan secara parsial di Ibu Kota lantaran kapasitas rumah sakit di Pulau Jawa sebagian besar telah penuh. Selain itu, dia berharap PSBB tidak hanya dilakukan dengan durasi selama dua minggu namun minimal satu bulan di seluruh wilayah rawan.

Oleh karena itu, Satgas Penanganan Covid-19 dan Kementerian Kesehatan diharapkan dapat berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan. Apalagi pandemi diprediksi tak akan berakhir dalam waktu dekat. "Sulit untuk berakhir pada akhir tahun depan," ujar dia.

Epidemiolog dari Universitas Indonesia Syahrizal Syarif menilai, situasi wabah di Indonesia masih fluktuatif, ada atau tidak ada liburan. Kasus Covid-19 pun akan terus bertambah secara eksponensial. "Bulan Februari 2021 akan masuk pada angka psikologis (total) 1 juta kasus," kata dia.

Ia pun memperkirakan, beban pelayanan kesehatan akan menjadi sangat berat. Oleh karena itu, ia berharap pemerintah dapat segera menentukan langkah yang memadai untuk menekan penyebaran Covid-19.

Sementara, Ketua Departemen Epidemiologi Universitas Indonesia Tri Yunis Miko menilai, pemerintah provinsi DKI perlu melakukan PSBB yang lebih serius. "Namanya saja pembatasan sosial. Aktivitas sosial, pekerja harian, toko, pasar, kegiatan malam, semua harus dibatasi," katanya.

Selain itu, pekerja kantoran diharapkan dapat ditekan menjadi kisaran 25% dari total kapasitas tempat. Di sisi lain, screening perlu dilakukan bagi penduduk yang melakukan mobilisasi antar provinsi. "Tanpa PSBB, harusnya dilakukan screening seperti swab antigen," ujar dia.

Pengusaha Khawatir

Meski demikian, pengusaha menyatakan khawatir jika Pemprov menarik rem darurat lahi. Ketua Umum DPD HIPPI Provinsi DKI Jakarta Sarman Simanjorang mengatakan, langkah ini akan membuat aktivitas ekonomi sekmakin terbatas dan stagnan.

Buntutnya, hal ini akan menjadi sinyal ekonomi yang kurang baik pada awal tahun dan bisa menurunkan rasa optimistis pelaku usaha. "Ini membuat psikologi pengusaha khawatir, cemas, dan galau," ujar dia.

Halaman:
Reporter: Rizky Alika
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement