Biden Jatuhkan Sanksi Perdagangan hingga Pembekuan Aset kepada Myanmar
Pemerintah Amerika Serikat resmi menjatuhkan sanksi untuk Myanmar usai kudeta yang dilakukan militer. Ini setalah Presiden AS Joe Biden menyetujui rancangan aturan terbaru mengenai hukuman kepada mereka yang dianggap bertanggung jawab atas krisis politik di negara Asia Tenggara tersebut.
Washington akan mengambil langkah untuk mencegah para jenderal aktor kudeta untuk mengakses dana Pemerintah Myanmar sebesar US$ 1 miliar yang disimpan di AS. Tak hanya itu, Biden juga berancang-ancang mengambil sanksi perdagangan dengan negara Asia Tenggara tersebut.
“Kami juga akan memberlakukan kontrol ekspor yang kuat dan membekukan aset AS yang menguntungkan pemerintah Burma,” kata Biden, Rabu (10/2) dikutip dari Reuters.
Tak hanya itu, Biden juga memastikan dukungannya bagi kelompok masyarakat sipil hingga perawat yang berjuang bersama masyarakat Myanmar. Dia juga mengulang permintaannya untuk menyerahkan kekuasaan dan membebaskan pemimpin sipil.
Biden memang belum memerinci siapa saja yang terkena sanksi AS, namun Washington sebelumnya telah menargetkan pemimpin kudeta yakni Jenderal Min Aung Hlaing dan sejumlah pemimpin militer lainnya. Min Aung sebelumnya telah berada di bawah sanksi AS sejak 2019 usai pelanggaran HAM terhadap Muslim Rohingya.
Adapun AS juga dikabarkan menargetkan sanksi kepada Myanmar Economic Holdings Limited dan Myanmar Economic Corp. Keduanya adalah perusahaan yang berinduk pada militer dan mencakup banyak sektor seperti perbankan, telekomunikasi, dan pakaian.
Meski demikian, analis memperkirakan Myanmar tak akan terisolasi dengan sanksi tersebut. Mantan Duta Besar AS untuk Myanmar, Derek Mitchell mengatakan penting bagi Biden untuk menggandeng Jepang, India, hingga Singapura untuk memberikan tekanan.
“Ini menjadi cara agar kita memiliki kekuatan dan pengaruh dengan para pemain kunci,” katanya.
Sedangkan rangkaian unjuk rasa menentang kudeta militer di Myanmar terus membesar, bahkan seorang demonstran wanita terluka parah usai ditembak dalam bentrokan hari Selasa (10/2).
Meski demikian, bentrokan akhirnya muncul dan diakhiri penangkapan sejumlah demonstran. Perserikatan Bangsa-Bangsa meminta aparat Myanmar untuk menghormati hak orang untuk melakukan protes secara damai.
"Penggunaan kekuatan yang tidak proporsional terhadap para demonstran tidak dapat diterima," kata Ola Almgren, perwakilan PBB di Myanmar.