Mahfud Surati Yasonna, Minta Revisi UU ITE Masuk Prolegnas Prioritas
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud MD telah mengirim surat kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly untuk memprioritaskan revisi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Mahfud berharap revisi UU tersebut bisa masuk ke dalam prolegnas prioritas 2021 di Badan Legislatif (Baleg) DPR.
Mahfud bersama dengan Yasonna telah membahas bersama rencana memasukkan revisi UU ITE ke dalam Prolegnas. Keduanya bersama Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate juga telah menghadap Presiden Joko Widodo untuk membahas draf usulan revisi UU ITE.
"Menkumham sebagai wakil pemerintah dalam pembahasan peralihan perundang-undangan. Diharapkan dalam pembahasan perubahan prolegnas prioritas 2021, (revisi UU ITE) menjadi bahasan," kata Ketua Tim Pelaksanaan Kajian UU ITE Sugeng Purnomo dalam konferensi pers virtual, Kamis (24/6).
Sugeng mengatakan bahwa Yasonna sudah memahami revisi UU ITE dan akan mengajukan ke Baleg DPR. Adapun, Johnny bersama Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo dan Jaksa Agung Sanitiar Burhanudin telah menerbitkan Surat Keputusan Bersama (SKB) Pedoman Kriteria Implementasi UU ITE.
SKB tersebut merupakan pedoman implementasi, bukan norma hukum baru serta bertujuan untuk memperjelas norma yang sudah diatur dalam UU ITE. "Norma baru itu kami masukan dalam saran revisi UU ITE," kata Sugeng.
Berikut lampiran SKB Pedoman Implementasi UU ITE:
a. Pasal 27 ayat (1), fokus pada pasal ini adalah pada perbuatan mentransmisikan, mendistribusikan dan/atau membuat dapat diaksesnya, bukan pada perbuatan kesusilaan itu. Pelaku sengaja membuat publik bisa melihat atau mengirimkan kembali konten tersebut.
b. Pasal 27 ayat (2), fokus pada pasal ini adalah pada perbuatan mentransmisikan, mendistribusikan, dan membuat dapat diaksesnya konten perjudian yang dilarang atau tidak memiliki izin berdasarkan peraturan perundang-undangan.
c. Pasal 27 ayat (3), fokus pada pasal ini adalah:
1. Pada perbuatan yang dilakukan secara sengaja dengan maksud mendistribusikan/ mentransmisikan/membuat dapat diaksesnya informasi yang muatannya menyerang kehormatan seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal supaya diketahui umum.
2. Bukan sebuah delik pidana jika konten berupa penghinaan yang kategorinya cacian, ejekan, dan/atau kata-kata tidak pantas, juga jika kontennya berupa penilaian, pendapat, hasil evaluasi atau sebuah kenyataan.
3. Merupakan delik aduan sehingga harus korban sendiri yang melaporkan, dan bukan institusi, korporasi, profesi atau jabatan.
4. Bukan merupakan delik penghinaan dan/atau pencemaran nama baik jika konten disebarkan melalui sarana grup percakapan yang bersifat tertutup atau terbatas.
5. Jika wartawan secara pribadi mengunggah tulisan pribadinya di media sosial atau internet, maka tetap berlaku UU ITE, kecuali dilakukan oleh institusi Pers maka diberlakukan UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
d. Pasal 27 ayat (4), fokus pada pasal ini adalah perbuatan dilakukan oleh seseorang ataupun organisasi atau badan hukum dan disampaikan secara terbuka maupun tertutup, baik berupa pemaksaan dengan tujuan untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum maupun mengancam akan membuka rahasia, mengancam menyebarkan data pribadi, foto pribadi, dan/atau video pribadi.
e. Pasal 28 ayat (1), fokus pada pasal ini adalah pada perbuatan menyebarkan berita bohong dalam konteks transaksi elektronik seperti transaksi perdagangan daring dan tidak dapat dikenakan kepada pihak yang melakukan wanprestasi dan/atau mengalami force majeur. Merupakan delik materiil, sehingga kerugian konsumen sebagai akibat berita bohong harus dihitung dan ditentukan nilainya.
f. Pasal 28 ayat (2), fokus pada pasal ini adalah pada perbuatan menyebarkan informasi yang menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan terhadap individu/kelompok masyarakat berdasar SARA. Penyampaian pendapat, pernyataan tidak setuju atau tidak suka pada individu/kelompok masyarakat tidak termasuk perbuatan yang dilarang, kecuali yang disebarkan itu dapat dibuktikan.
g. Pasal 29, fokus pada pasal ini adalah pada perbuatan pengiriman informasi berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi atau mengancam jiwa manusia, bukan mengancam akan merusak bangunan atau harta benda dan merupakan delik umum.
h. Pasal 36, fokus pada pasal ini adalah kerugian materiil terjadi pada korban orang perseorangan ataupun badan hukum, bukan kerugian tidak langsung, bukan berupa potensi kerugian, dan bukan pula kerugian yang bersifat nonmateriil. Nilai kerugian materiil merujuk pada Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012.