Mobilitas Masyarakat Meningkat, Ahli Ingatkan Potensi Lonjakan Corona
Mobilitas penduduk di Jakarta mulai mengalami peningkatan seiring dengan pelonggaran Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). Epidemiolog mengingatkan bahwa ada potensi pandemi corona semakin memburuk jika aktivitas semakin longgar.
Data Google Mobility Report pada 18 September lalu menunjukkan ada peningkatan aktivitas warga di sejumlah tempat. Secara nasional, mobilitas masyarakat ke toko bahan makanan dan apotek juga mulai meningkat 21% dibandingkan dasar pengukuran.
Untuk di kawasan Jakarta, mobilitasnya sudah mengalami peningkatan signifikan dibandingkan awal Juli saat penerapan PPKM Darurat. Pergerakan di tempat kerja bahkan sudah mendekati ke periode pertengahan Juni saaat Indonesia belum memasuki gelombang II.
Epidemiolog dari Griffith University Dicky Budiman mengingatkan pemerintah bahwa lonjakan pandemi kerap diawali dengan pelonggaran aktivitas. Mobilitas manusia dalam jumlah besar akan berpotensi menjadi penularan Covid-19.
"Akhirnya, kegagalan dalam mengendalikan pandemi dan keinginan untuk beraktivitas akan merugikan kita sendiri," ujar Dicky kepada Katadata.co.id
Dicky juga menyinggung ledakan corona yang terjadi di Indonesia selalu terjadi usai adanya aktivitas masyarakat dalam jumlah besar. Beberapa di antaranya adalah libur panjang serta Natal dan Tahun Baru 2021 lalu.
"Pelonggaran termasuk di pintu masuk (Indonesia), dalam (negeri), dan pelonggaran intervensi (pemerintah) akan membiat situasi semakin buruk," katanya.
Meski demikian pendapat berbeda disampaikan epidemiolog dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Iwan Ariawan. Iwan menilai PPKM belum perlu diperketat lantaran indikatornya belum menunjukkan peningkatan.
Tak hanya itu, angka reproduksi efektif di Jakarta masih di bawah 1, yaitu 0,95. Pengetatan aktivitas diperlukan apabila angka reproduksi efektif di atas 1. "Artinya, belum perlu peningkatan level PPKM di Jakarta," kata Epidemiolog dari Universitas Indonesia (UI) Iwan Ariawan kepada Katadata.co.id, Rabu (23/9) malam.
Pelonggaran mobilitas perlu diikuti dengan peningkatan protokol kesehatan, pengetesan, pelacakan kasus, dan perawatan. Namun Iwan juga menilai kinerja pelacakan sudah meningkat. Sebelumnya, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan rata-rata pelacakan kasus sudah mencapai 10 kontak erat per kasus konfirmasi.
Selain itu peningkatan mobilitas perlu diikuti dengan pemantauan kepatuhan masyarakat melalui PeduliLindungi. Bila seluruh hal itu diimplementasikan dengan baik, restriksi tidak akan menimbulkan peningkatan penularan.
"Artinya mobilitas bisa lebih longgar, kasus tidak naik. Tapi tergantung empat hal tadi, dilakukan dengan baik atau tidak?" ujar Iwan.
Pengaturan mobilitas perlu dilakukan menjelang akhir tahun untuk mencegah risiko terjadinya pandemi gelombang ketiga di akhir tahun dan awal tahun depan. Bahkan Iwan menyarankan pemerintah mengatur pembatasan aktivitas pada Desember sejak saat ini.
Selain itu cakupan vaksinasi perlu dikejar hingga mencapai 70-80% dari total penduduk. Apalagi peningkatan kasus bisa terjadi pada provinsi dengan transmisi Covid-19 tinggi, mobilitas tinggi, dan cakupan vaksinasi rendah.
Tak hanya itu, pemerintah perlu melakukan pengetatan pintu masuk internasional. Hal ini untuk mencegah masuknya Covid-19 varian baru di Tanah Air.
Berdasarkan data Google Mobility Report terbaru, mobilitas di tempat kerja berada di level -18% dari dasar pengukuran. Angka tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan pada awal Juli atau awal PPKM Darurat hingga pertengahan Agustus yang berada di kisaran -50% bahkan mendekati -60%.
Sedangkan dari data Tim Mahadata UI, pergerakan di seluruh provinsi Jawa Bali terus meningkat usai mencapai dasar pada 16 Juli 2020. Pada pertengahan Juli itu, mobilitas di tujuh provinsi itu bisa tertahan hingga rentang -20% hingga -60% untuk Jakarta. Meski demikian angka tersebut pelan-pelan menanjak hingga 20 Agustus lalu.