Pemerintah Mulai Vaksin Booster Pada 12 Januari, Lansia Jadi Prioritas
Pemerintah akan memulai tambahan dosis (booster) vaksin Covid-19 pada 12 Januari 2022 mendatang. Kelompok masyarakat lanjut usia akan menjadi sasaran awal suntikan ketiga ini.
“Lansia dahulu,” kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam pesan singkatnya kepada Katadata.co.id, Jumat (31/12).
Sebelumnya Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny K. Lukito mengatakan, izin penggunaan darurat (EUA) vaksin booster akan segera terbit. Ada empat jenis vaksin booster yang memasuki proses registrasi.
Vaksin tersebut ialah vaksin Pfizer (Cominarty) produksi Pfizer Inc Amerika Serikat dan BioNTech Jerman. vaksin AstraZeneca (Vaxzevria) buatan University of Oxford Inggris, vaksin CoronaVac produksi Sinovac Biotech Incorporated Tiongkok atau vaksin Covid-19 yang diolah PT Bio Farma, dan vaksin Zifivax produksi Anhui Zhifei Longcom Biopharmaceutical.
Selain itu, ada pula vaksin Sinopharm produksi Beijing Bio-Institute Biological Products Co, Tiongkok yang memasuki tahap praregistrasi. "BPOM telah berproses sekarang untuk segera keluarkan EUA untuk beberapa vaksin booster," kata Penny dalam konferensi pers di Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Jakarta, Rabu (29/12).
Ketua Indonesian Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI) Prof. Dr. Sri Rezeki Hadinegoro mengatakan vaksin booster homologus pada Sinovac, AstraZeneca, dan Pfizer menunjukkan peningkatan antiodi. Hal ini menunjukkan vaksin mempunyai kerja sel memori yang baik.
Suntikan tambahan ini penting lantaran kadar antibodi menurun pada 6 bulan setelah pemberian vaksin Sinovac dosis kedua. "Untuk itu kita harus berikan booster setelah lebih dari 6 bulan," ujar dia.
Sedangkan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan, harga dosis tambahan skema berbayar akan ditentukan oleh pemerintah. Nantinya, harga eceran tertinggi dan pelayanan vaksin booster berbayar akan diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan.
"Harga batas atas dari produk dan layanan booster non-APBN tetap ditentukan oleh pemerintah," kata Budi dalam rapat kerja dengan Komisi IX DPR di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (14/12).