Kumpulkan Menteri, Jokowi Minta Jaga Inflasi Serta Cegah PHK
Presiden Joko Widodo memerintahkan para menteri menjaga ekonomi Indonesia di tengah ketidakpastian global. Oleh karena itu, Kepala Negara mendorong pembantunya untuk membuat kebijakan yang terus memacu pertumbuhan ekonomi pada tahun ini.
Hal tersebut disampaikan Presiden saat membuka Sidang Kabinet Paripurna di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (16/1). Jokowi meminta inflasi nasional dapat dijaga sebesar 5,5% pada akhir Desember 2022.
Oleh sebab itu ia berharap Bank Indonesia terus melanjutkan langkah untuk mencegah inflasi sepanjang 2023. Soal inflasi ini juga menjadi pesan Jokowi kepada Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian.
"Menteri Dalam Negeri untuk terus melanjutkan agar daerah-daerah ikut bersama-sama berpartisipasi dalam menekan inflasi agar bisa kita tekan sekecil mungkin," kata Presiden Jokowi dalam pembukaan sidang kabinet paripurna, Senin (16/1).
Mantan Wali Kota Solo ini meminta agar anggaran negara difokuskan pada program-program yang produktif. Jokowi memberi penekanan khusus pada transfer ke daerah, khususnya dana desa karena dapat memacu perekonomian daerah.
Secara rinci, Presiden Jokowi mengarahkan pembantunya untuk membuat program yang dapat menciptakan lapangan kerja, mengentaskan kemiskinan, mengurangi stunting, mengurangi kemiskinan ekstrem, meningkatkan ketahanan pangan, dan menjaga situasi kondusif saat Pemilihan Umum atau Pemilu.
Dengan demikian, Mantan Gubernur DKI Jakarta ini menilai anggaran negara dan daerah harus sejalan dengan prioritas nasional. Presiden Jokowi menekankan prioritas yang dimaksud adalah ekonomi berbasis kerakyatan, performa ekspor, dan investasi.
Di sisi lain, Jokowi mencatat pendapatan negara sepanjang 2022 berhasil tumbuh 30,36% secara tahunan. Menurutnya, capaian tersebut menjadi tantangan lantaran 2023 merupakan tahun yang tidak mudah.
Jokowi menilai 2023 sebagai tahun ujian lantaran beberapa kejadian global, seperti tekanan geopolitik dan pelemahan ekonomi di negara-negara besar, seperti Uni Eropa, Cina, dan Amerika Serikat. Alhasil, performa ekspor nasional diproyeksi melemah mengingat kedua negara dan satu wilayah tersebut merupakan sebagian besar pasar yang menyerap produk-produk Indonesia.
Makanya Jokowi mengingatkan pembantunya untuk tetap mewaspadai peristiwa global. Menurutnya, para menteri dan kepala lembaga harus merespon dengan cepat setiap perubahan yang ada di dunia dengna kebijakan yang tepat.
"Kemudian kita juga akan terus memperkuat hilirisasi, karena ini akan memberikan dampak yang luas bagi kesempatan kerja dan menambah devisa bagi negara," ujar Jokowi.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan mendapatkan beberapa catatan dari Presiden Jokowi. Pertama, pencegahan potensi pemutusan hubungan kerja atau PHK.
Sebagai penanggulangannya, Airlangga berencana mendorong belanja pemerintah pusat dan daerah untuk menggunakan produk domestik dalam jangka pendek. Pada jangka menengah, pemerintah akan memperbaiki struktur industri secara menyeluruh, mulai dari rantai pasok, sumber daya manusia, penelitian dan pengembangan, dan akses pasar.
Kedua, penyerapan tenaga kerja. Airlangga mengatakan pemerintah akan berusaha mengoptimalkan belanja pemerintah untuk menyerap produk-produk industri padat karya. Secara konkret, Airlangga akan memperkuat kerja sama antar negara melalui program pekerja migran.
Ketiga, program upskilling dan reskilling. Sebagai informasi, upskilling adalah kegiatan yang meningkatkan keahlian seorang tenaga kerja, sementara itu, reskilling adalah kegiatan yang memberikan keahlian baru pada tenaga kerja. Salah satu program pemerintah yang memiliki kedua jenis kegiatan tersebut adalah Kartu Pra-Kerja.
Keempat, pengaturan devisa hasil ekspor dengan merevisi Peraturan Pemerintah No. 1-2019 tentang Devisa Hasil Ekspor dari Kegiatan Pengusahaan, Pengelolaan, dan/atau Pengolahan Sumber Daya Alam. Salah satu sektor yang akan ditambahkan dalam revisi PP tersebut adalah produk hasil hilirisasi sumber daya alam.
"Ini dimatangkan kementerian teknis kemudian diberikan insentif baik itu dari Bank Indonesia maupun Menteri Keuangan, baik instrumen dalam bentuk Dolar Amerika Serikat maupun kredit Dolar Amerika Serikat di dalam negeri," kata Airlangga.