Minta 2 Menteri Lobi DPR, Jokowi Akan Kebut RUU Perlindungan PRT
Presiden Joko Widodo memberikan komitmen untuk memberikan perlindungan terhadap pekerja rumah tangga. Secara konkret, Kepala Negara akan berkolaborasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam menggodok Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga atau RUU PPRT.
Jokowi mengatakan RUU PPRT menjadi penting lantaran pekerja rumah tangga atau PRT tidak secara khusus dan tegas dilindungi oleh negara saat ini. Menurutnya, RUU PPRT telah diperkenalkan di DPR sejak 2004 namun tidak kunjung naik kelas menjadi Undang-Undang hingga saat ini.
"Untuk mempercepat penetapan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga ini, saya perintahkan kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia dan Menteri Ketenagakerjaan untuk segera melakukan koordinasi dan konsultasi dengan DPR dan dengan semua stakeholder," kata Jokowi di Istana Merdeka, Rabu (18/1).
Jokowi mengatakan tujuan utama dari dukungan pemerintah terhadap kelancaran pengesahan RUU PPRT adalah memberikan payung hukum tertinggi pada PRT. PRT sejauh ini baru dilindungi oleh Peraturan Menteri Ketenagakerjaan atau Permenaker Nomor 2 Tahun 2015 tentang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga.
Namun Jokowi menilai aturan tersebut masih membuat PRT rentan kehilangan hak-haknya sebagai pekerja. Maka dari itu, menurutnya perlindungan PRT dalam bentuk Undang-Undang atau UU dibutuhkan.
Jokowi memproyeksikan jumlah PRT di dalam negeri mencapai 4 juta jiwa. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak atau PPA mendata 84% dari PRT merupakan perempuan, sementara itu 14% dari PRT adalah anak-anak.
"Memang pekerja rumah tangga ini rentan kehilangan hak-haknya dan sudah sekian tahun rasanya ini waktunya untuk kita memiliki UU PPRT," kata Jokowi.
Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah mengatakan beberapa hal yang akan diatur dalam RUU PPRT ini adalah pengaturan pemberian perlindungan dan jaminan sosial ketenagakerjaan dan kesehatan. Menurutnya, kedua hal tersebut belum diatur dalam Permenaker No. 2-2015.
Ida akan mengusulkan agar jaminan sosial ketenagakerjaan dan kesehatan diatur dengan ketat dalam RUU PPRT. Akan tetapi, Ida hubungan kerja antara PRT dan pemberi kerja tidak sama dengan hubungan industrial yang didapatkan oleh pekerja formal.
Dengan kata lain, PRT akan diakui negara sebagai pekerjaan informal. Namun Ida menegaskan negara akan melindungi PRT dengan mengatur hubungan antara PRT dengan majikan maupun penyalur kerja.
Ida menjelaskan RUU PPRT akan dibentuk berdasarkan adat istiadat dan kajian sosiokultural di masyarakat. Selain itu, Ida payung hukum tersebut akan eksklusif melindungi PRT yang bekerja di dalam negeri.
Ida mengatakan PRT yang bekerja di laur negeri telah dilindungi oleh UU No. 18-2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia. Perlindungan PRT secara spesifik tertuang dalam nota kesepahaman atau MoU antara pemerintah Indonesia dengan negara pemberi kerja.
"Di antaranya MoU antara Indonesia dengan Malaysia terkait penetapan pekerja migran Indonesia, terutama pada domestic worker (pekerja di rumah)," kata Ida.
Sedangkan Menteri PPA I Gusti Ayu Bintang Darmawati mengatakan RUU PPRT secara otomatis akan memberikan pengakuan terhadap pekerjaan PRT. Selain melindungi pekerja dari diskriminasi dan kekerasan, RUU tersebut akan mengatur sistem pengupahan PRT.
Ayu menilai RUU PPRT tidak hanya akan memberikan perlindungan pada PRT, namun juga akan mengatur pemberi kerja PRT, seperti majikan dan penyalur kerja. Dengan demikian, Ayu berpendapat dampak pengesahan RUU PPRT akan signifikan bagi PRT di dalam negeri.
"Draf RUU ini sangat signifikan, cukup baik. Kami mengakomodir masukan-masukan dari semua stakeholder yang ada," kata Ayu.