Profil Ari Askhara, Dirut Garuda yang Dicopot Gara-gara Harley

Katadata
Direktur Garuda Indonesia, I Gusti Ngurah Askhara Danadiputra di Jakarta, Jumat, (20/03). Arief Kamaludin|Katadata
Penulis: Pingit Aria
5/12/2019, 17.17 WIB

Menteri BUMN Erick Thohir memecat Direktur Utama PT Garuda Indonesia Tbk Ari Askhara lantaran diduga terlibat dalam penyelundupan onderdil Harley Davidson dan sepeda Brompton melalui pesawat baru. 

"Saya tentu akan memberhentikan Dirut Garuda. Tapi pasti ada prosedur lagi, tidak hanya sampai disitu saja termasuk mengusut oknum lain yang terkait," ujar Erick dalam konferensi pers di Kementerian Keuangan, Kamis (5/12). 

Ari Askhara lahir di Jakarta, 13 Oktober 1971. Ia memulai karirnya di dunia perbankan usai menamatkan sarjana di Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada pada 1994.

Saat itu, dia bergabung dengan Bank Ekspor Impor Indonesia (Eksim), yang kini telah berubah menjadi Bank Mandiri. Ari menjalani karir di bank plat merah itu hingga posisi Assistant Vice President setelah 11 tahun bekerja.

Pada 2005, dia mulai menjajal sejumlah posisi di beberapa perusahaan keuangan internasional. Di antaranya, sebagai Vice President Deutsche Bank, Direktur di Barclays Investment Bank, hingga di ANZ Indonesia sebagai Executive Director of Natural Resources Group.

Ari lantas kembali ke BUMN dan menjabat sebagai Direktur Keuangan Pelindo III pada Mei 2014. Tidak lama, Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) Garuda menunjuknya sebagai Direktur Keuangan pada Desember 2014. Setelahnya, dia menjadi Direktur Human Capital dan Pengembangan Sistem PT Wijaya Karya pada 2016. 

(Baca: Erick Thohir Pecat Dirut Garuda soal Kasus Harley Davidson & Brompton)

Setahun kemudian, pria yang menamatkan S2 Administrasi Bisnis International Finance di Universitas Indonesia masuk ke Pelindo III dan didapuk menjadi Direktur Utama pada Mei 2017.

Pria bernama lengkap I Gusti Ngurah Askhara Danadiputra diangkat sebagai Direktur Utama Garuda Indonesia pada September 2018 oleh Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pada periode terdahulu, Rini Soemarno.

Saat pertama kali menjabat Dirut Garuda, pria yang akrab dipanggil Ari ini mengatakan, perlu ada perbaikan pada struktur keuangan maskapai tersebut. Apalagi industri penerbangan sedang mendapat tantangan, seperti kurs rupiah, hingga gejolak harga minyak dunia.

Ari juga menjanjikan akan menekan kerugian Garuda menjadi kurang dari US$ 100 juta. "Tahun lalu kami rugi US$ 220 juta dan mudah-mudahan tahun ini (2018) kami bisa positif," katanya akhir 2018 lalu.

Kemudian, terjadilah skandal laporan keuangan yang membuat Garuda mendapat sanksi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Dalam laporan keuangan 2018, Garuda mampu memperoleh laba bersih tahun lalu hingga US$ 809 ribu atau setara dengan Rp 11,5 miliar pada tahun lalu. Padahal, tahun sebelumnya masih rugi US$ 216,5 juta atau sekitar Rp 3 triliun.

(Baca: Ekonom INDEF Dukung Rencana Menteri Erick Thohir Bersih-bersih Garuda)

Belakangan, pencatatan laba bersih dalam laporan keuangan Garuda tahun lalu pun menjadi polemik. Sebab, piutang Mahata Aero Teknologi dalam pemasangan fasilitas wireless fidelity (wifi) dimasukkan dalam pos pendapatan Garuda.

Dua Komisaris Garuda Chairal Tanjung dan Dony Oskaria menolak laporan keuangan 2018. Mereka menilai pencatatan pendapatan dalam laporan keuangan tersebut tidak sesuai dengan standar akuntansi yang baku.

Menurut mereka, seharusnya Garuda Indonesia mencatatkan rugi tahun berjalan senilai US$ 244,95 juta atau setara Rp 3,45 triliun. Namun, di dalam laporan keuangan malah tercatat memiliki laba tahun berjalan senilai US$ 5,01 juta atau setara Rp 70,76 miliar.

"Kami tidak sependapat dengan perlakuan akuntansi yang diterapkan," kata Chairal Tanjung yang juga adik pemilik Grup CT Corp Cairul Tanjung ini, usai Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) Garuda Indonesia di Jakarta, Rabu (24/4).

Tak hanya oleh BPK, Bursa Efek Indonesia (BEI) menjatuhkan sanksi berupa denda setelah Garuda terbukti bersalah memoles laporan keuangannya. Tak hanya itu, Garuda pun harus menyajikan ulang laporan keuangannya.

(Baca: BPK Nilai Rekayasa Laporan Keuangan Garuda Masuk Tindakan Pidana)

Reporter: Ameidyo Daud Nasution