Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari 34 provinsi. Pada tiap-tiap daerah dan pulau, memiliki kekayaan dan keanekaragaman mulai dari kebudayaan, suku, adat istiadat, dan lainnya. Berikut 9 rumah adat di Sumatera dan fungsinya.
Dari kebudayaan itulah muncul berbagai bahasa, seni tari, pakaian adat, hingga rumah adat. Perbedaan tersebut membuat Indonesia kaya akan budaya. Setiap provinsi tentunya memiliki ciri khas yang menarik salah satunya rumah adat.
Rumah adat di Indonesia terdiri dari berbagai bentuk bangunan yang unik dan menarik. Rumah adat tersebut memiliki sejarah mengapa dibentuk sedemikian rupa. Di setiap provinsi, rumah adat menggambarkan nenek moyang yang merancang dan membangun rumah adat tersebut.
Tak hanya indah, rumah adat juga memiliki simbol, fungsi, dan kegunaan ketika ditempati dahulu. Rumah adat di Indonesia dirancang tetap kokoh dan bertahan selama bertahun-tahun.
Salah satu pulau terbesar di Indonesia adalah pulau Sumatra. Pulau ini terdiri dari sepuluh provinsi, yaitu Aceh, Sumatera Utara, Riau, Kepulauan Riau, Sumatra Barat, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan, Kepulauan Bangka Belitung, dan Lampung. Meskipun satu pulau, ada beragam suku yang mendiami setiap provinsi. Rumah adat di pulau Sumatra memiliki ciri khas berupa ukiran dan ornamen. Selain itu, rumah adat di Sumatera sebagian dibentuk tinggi menjulang.
Beberapa alasan rumah adat di pulau Sumatera dibentuk tinggi karena berfungsi untuk menghindari banjir. Dahulu, beberapa rumah dibangun di daerah yang dekat aliran sungai. Untuk mengatasi banjir, maka rumah adat punya tiang tinggi dan tangga untuk masuk. Selain itu, fungsi rumah adat di pulau Sumatera untuk menghindari binatang buas yang tinggal di dekat hutan.
Rumah adat di pulau Sumatera memiliki fungsi lain seperti tempat pertemuan adat masyarakat, pertemuan keluarga, dan tempat tinggal keluarga besar. Rumah adat di pulau Sumatera memiliki persamaan yaitu berbentuk panggung. Tiang tinggi untuk menopang rumah dan ada tangga tinggi untuk masuk. Meski memiliki kesamaan, bentuk-bentuk rumah adat dipengaruhi oleh karakter tiap suku. Berikut jenis rumah adat yang berada di tiap provinsi pulau Sumatera, mengutip dari buku Mengenal Rancang Bangun Rumah Adat Di Indonesia:
1. Rumah Krong Bade (Nanggroe Aceh Darussalam)
Aceh merupakan provinsi yang paling ujung di pulau Sumatera. Aceh terdiri dari beberapa suku seperti Lam Muri, Lambri, Akhir, Achin, Asji, A-tse dan Atse. Aceh merupakan awal masuk pusat penyebaran Islam di Indonesia. Dahulu terjadi percampuran budaya sehingga mempengaruhi budaya sampai rumah adat di Aceh.
Rumah adat di Aceh disebut Krong Bade atau Rumoh Aceh. Bentuk rumah tinggi menjulang. Tiang penyangga rumah aceh setinggi 2,5 sampai dengan 3 meter dari permukaan tanah. Hampir semua rumah buatan Aceh dari kayu. Namun, pada bagian atap dibuat dari daun rumbia atau daun enau yang dianyam. Menariknya, rumah adat Aceh ini memiliki tempat untuk menyimpan bahan pangan dan ruang untuk menenun kain. Ruangan tersebut berada di bawah.
2. Rumah Bolon (Sumatera Utara)
Rumah adat di Sumatera Utara disebut rumah Bolon. Rumah ini juga disebut rumah adat suku Batak. Bentuk rumah Bolon hampir mirip dengan Rumah Krong Bade. Rumah ini memiliki tiang penopang yang terbuat dari kayu. Sementara dindingnya terbuat dari anyaman bambu, dan lantainya terbuat papan, dan atap dari daun rumbia atau ijuk. Uniknya rumah ini tidak memakai paku sebagai penguat. Rumah ini menggunakan ikatan antarbahan sehingga membantu dan menguatkan struktur rumah.
Rumah dari suku Batak ini, menggunakan sistem kunci sebagai pengaman. Caranya antar kayu diikat menggunakan tali. Sementara itu bentuk atap cukup unik seperti pelana kuda. Di setiap sudut akan meninggi dan makin sempit.
Dinding rumah dibuat dari anyaman bambu untuk mempercantik penampilan rumah. Pada bagian atas pintu ada lukisan hewan, patung cicak, kerbau, dan cat yang didominasi warna merah, hitam, dan putih. Pada rumah ini, cicak menjadi simbol penting untuk masyarakat Batak. Simbol tersebut artinya persaudaraan antar saudara. Sementara kerbau disimbolkan sebagai ucapan terimakasih.
3. Rumah Gadang (Sumatera Barat)
Rumah Gadang di Sumatera Barat hampir mirip dengan Rumah Bolon. Namun,rumah ini hampir berbentuk seperti kapal. RUmah Gadang memiliki atap panjang dan melengkung ke atas. Atap tersebut kurang lebih berukuran setengah lingkaran dan terbuat dari daun rumbia (nipah). Daun Rumbia berasal dari tanaman berjenis salma. Buah dari tanaman ini digunakan sebagai bahan tepung sagu. Sementara daunnya digunakan untuk berbagai jenis kerajinan anyaman untuk sekarang ini.
Bentuk rumah Gadang berbentuk persegi panjang dan lantainya berada di atas tiang-tiang. Sementara itu, tangga berada di tengah rumah, sebagai penghubung keluar masuk rumah.
Bentuk bangunan rumah ini dirancang dapat menahan gempa bumi sampai berkekuatan 8 skala richter. Rumah tinggi ini tetap stabil jika terjadi gempa. Seperti rumah Bolon, pembentukan rumah adat ini tidak memakai paku. Rumah ini disambungkan memakai pasak yang bersifat lentur, tetapi bisa membentuk bangunan kuat. Tiang bangunan tidak pernah menyentuh tanah karena ada alas tany disebut batu sandi. Batu ini bermanfaat untuk menahan gelombang dari tanah. Sehingga batu ini bisa memperkuat bangunan. Jika terjadi gempa bumi, rumah dari Sumatera Barat ini akun bergoyang mengikuti gelombang akibat getaran.
4. Rumah Selaso Jatuh Kembar (Riau dan Kepulauan Riau)
Rumah Selaso Jatuh Kembar memiliki bentuk lebih rendang dan tidak sepanjang rumah Gadang. Rumah ini memiliki selasar (selaso) yang lebih rendah (turun) dibandingkan dengan ruang tengah. Rumah adat dari Riau ini menggunakan bahan alam seperti kayu, daun, dan batu untuk konstruksi bangunan. Sama seperti rumah Gadang, atapnya terbuat dari daun rumbia yang diikat memakai rotan.
Kebanyakan bahan bangunan Rumah Selaso Jatuh Kembar memakai kayu. Kayu yang digunakan untuk tiang rumah memakai kayu berkualitas tinggi. Kayu jenis meranti, kayu punak, atau kayu medang digunakan untuk dinding, tiang, atau lantai. Rumah adat dari Riau dan Kepulauan Riau ini berfungsi sebagai pertemuan adat bukan untuk rumah tempat tinggal.
5. Rumah Panggung Kajang Leko (Jambi)
Rumah Panggung Kajang Leko memiliki nilai filosofis yang menarik. Rumah ini berbentuk empat persegi panjang. Atap rumah panggung ini disebut "Gajah Mabuk". Nama atap ini diambil dari si pembuat rumah yang tidak mendapat restu cinta dari orang tuanya.
Bubungan atau atap ini menyerupai perahu. Di bagian ujung bubungan melengkung ke atas membentuk potong jerambah atau lipat kajang. Bahan pembuat atap adalah mengkuang atau ijuk yang dianyam kemudian dilipat dua. Ijuk merupakan serat hitam dan keras. Fungsi dari ijuk untuk melindungi pangkal pelepah daun aren atau enau. Bagian atap ini dilipat menjadi dua untuk mencegah jika air hujan masuk ke rumah.
Fungsi langt-langit atap untuk menahan rembesan tempias air hujan. Langit diatap ini dinamai tebar layar. Ada jarak antara tebar layar dan bubungan atap. Atap ini ternyata berguna untuk menyimpan barang yang tidak dipakai oleh keluarga.
Pada bagian dinding terdapat ukiran indah untuk mempercantik rumah. Sementar pintu Panggung Kajang Leko, terbagi menjadi tiga. Jenis-jenis pintu tersebut adalah pintu tegak, pintu masinding, dan pintu balik melintang.
6. Rumah Limas (Sumatera Selatan)
Rumah dari Sumatera Selatan ini dibuat luas untuk menampung banyak orang. Fungsi dari rumah Limas untuk hajatan atau upacara adat. Luas rumah ini sekitar 400 hingga 1.000 meter persegi. Rumah Limas memakai bahan material kayu untuk konstruksi. Kayu tembesu digunakan untuk dinding, lantai, dan pintu. Kayu Tembesu merupakan tanaman yang berada di tanaman asli Indonesia. Selain itu tanaman ini tumbuh subur di Burma, Sumatra, dan Malaysia. Kayu Tembesu juga bisa dipakai untuk konstruksi balok jembatan dan bangunan rumah. Berbentuk Limas, rumah ini dirancang memakai tiang tinggi untuk mencegah banjir. Dahulu rumah ini dibangun diatas daerah perairan.
7. Rumah Panggung (Bangka Belitung)
Rumah Panggung atau Rumah Panggung menggunakan material kayu. Tiang, dinding dan lantai terbuat dari bambu atau kulit kayu. Tumbuhan ini tumbuh subur didaerah tropis. Bagian atap rumah panggung pakai daun rumbia dan ijuk. Uniknya, rumah Panggung dirancang memiliki ventilasi besar. Ventilasi berbentuk jendela ini berguna untuk pergantian udara di dalam rumah.
Sementara itu di bagian atap, rumah Panggung merupakan rancangan modern atap Melayu Bangka dan pembaharuan rumah-rumah Tionghoa. Bentuk atap rumah ini cukup menarik berbentuk seperti pelana kuda. Uniknya rumah ini dahulu mengadopsi gaya bangunan Melayu Awal, Melayu Bubungan Limas, dan Melayu Bubungan Panjang.
Rumah ini terbuat dari bahan-bahan alami seperti alang-alang, akar pohon, dedaunan, bambu, kayu, dan rotan. Jumlah penyangga ada 9 tiang kayu sebagai penopang. Pada bagian tengah, ada tiang yang kuat untuk penyangga. Uniknya, bagian dinding memakai pelepah kayu. Rumah ini menggunakan cat pelapis bagian dalam, sementara bagian luar tidak berwarna.
8. Rumah Bubungan Lima (Bengkulu)
Bahan rumah Bubungan Lima terdiri dari ijuk dan seng untuk atapnya. Desain rumah ini dibuat untuk menahan gempa. Sementara tiang penopang berjumlah 15 setinggi 1,8 meter. Jumlah tiang yang lebih banyak daripada rumah Panggung. Dibawah tiang-tiang ini ada batu datar untuk peredam gempa, sekaligus pengganjal tiang. Selain itu batu penyangga berfungsi untuk mengurangi pelapukan. Rumah ini menggunakan tangga untuk jalan menaiki rumah.
9. Rumah Nuwou Sesat (Lampung)
Rumah Nuwou Sesat memiliki arti yang menarik. Terdiri dari dua kata, yaitu Nuwou yang berarti rumah dan sesat yang berarti adat. Fungsi utama dari rumah ini adalah tempat pertemuan warga atau balai desa. Bentuk rumah adalah panggung, yang memakai kayu dan papan untuk menghindari serangan binatang buas. Struktur panggung ini juga dipakai untuk menahan gempa. Pada bagian dalam rumah, ada serambi untuk tempat pertemuan kecil warga desa.
Itulah berbagai jenis dan sebutan rumah adat di pulau Sumatera. Kebanyakan rumah adat di pulau Sumatera menggunakan tiang tinggi. Namun, bentuk rumah, bentuk atap berbeda di tiap daerah.