Jika berbicara mengenai Yogyakarta, mungkin sebagian orang akan teringat makanan khas gudeg, Malioboro, pantai selatan, dan masih banyak lagi.
Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki ragam wisata yang menarik. Kota yang dikenal dengan julukan Kota Pelajar ini sarat akan kesenian Jawa klasik, seperti seni tari, tembang, geguritan, gamelan, seni lukis, dan sastra yang berkembang menjadi kesenian rakyat.
Wisata budaya merupakan ciri khas kota Yogyakarta. Meski begitu, wisata alam dan buatan yang lain juga tak kalah menarik. Beberapa tempat wisata di Jogja yang cocok untuk dikunjungi adalah sebagai berikut.
1. Keraton Yogyakarta
Keraton Yogyakarta adalah salah satu ikon sejarah yang dibangun pada tahun 1755. Letaknya cukup strategis di pusat kota, sehingga wisata ini dapat dikunjungi dengan mudah. Lokasi keraton memiliki makna filosofis bahwa letak tersebut berada dalam satu garis dengan Gunung Merapi, Tugu, dan Pantai Parangtritis. Kunjungan wisatawan umum dibuka setiap Senin-Minggu mulai pukul 08.00-14.00 WIB. Namun, pada hari Jumat, keraton dibuka hingga pukul 12.00 WIB.
2. Taman Sari
Berkunjung ke Yogyakarta mungkin tak lengkap jika melewatkan Taman Sari. Wisata sejarah ini memiliki bangunan unik dan indah
Menurut Dinas Perpustakaan dan Arsip Daerah D.I Yogyakarta, pesanggrahan Taman Sari dengan bangunannya yang besar dan megah mulai dikenal sejak zaman Sri Sultan Hamengku Buwono I, yaitu sekitar tahun 1755.
Dahulu, Taman Sari digunakan sebagai tempat untuk bercengkrama dan rekreasi. Hal tersebut dapat dilihat dari perwujudan lorong-lorong dengan taman, serta kolam pemandian yang sangat lebar dan tidak terlalu dalam yang dihiasi dengan aneka pohon bunga di sekelilingnya.
Taman Sari sering disebut juga sebagai Water Kasteel (Istana Air). Bangunan ini memiliki empat area yang berbeda, yaitu kolam buatan dengan pulau-pulau kecil dan paviliun di sebelah barat, kompleks pemandian di tengah, kompleks pemandian selatan, dan kolam kecil di timur.
Pengunjung dapat mengelilingi wisata ini sambil mengambil foto atau menyewa pemandu wisata yang akan menjelaskan lebih lanjut mengenai bangunan ini. Wisata Taman Sari buka setiap Senin-Minggu pukul 09.00-15.00 WIB.
3. Puro Pakualaman
Puro Pakualaman merupakan istana kecil yang dipimpin oleh Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Ario Paku Alam VIII pada tahun 1813 menurut Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta. Dalam kompleks pura, terdapat Museum Puro Pakualaman yang diresmikan pada tanggal 29 januari 1981.
Saat ini, kawasan Pakualaman dijadikan Kawasan Cagar Budaya dengan potensi wisata budaya meliputi seni karawitan, Jemparingan (panahan tradisional), kerajinan batik tulis motif khas Puro Pakualaman, kerajinan berbahan dasar bambu, dan sebagainya.
Pengunjung dapat mengambil foto, membeli kerajinan, serta belajar sejarah. WIsata Puro Pakualaman cocok untuk berlibur bersama keluarga sekaligus turut melestarikan kebudayaan daerah.
4. Benteng Vredeburg
Berada di Kawasan Malioboro, terdapat wisata sejarah bernama Museum Benteng Vredeburg. Museum ini merupakan bangunan cagar budaya yang berdiri di atas tanah kurang lebih 2100 m2.
Wisatawan dapat menyaksikan beberapa koleksi, antara lain:
- Diorama perjuangan bangsa Indonesia sebelum Proklamasi 1945 sampai pada era Orde Baru.
- Benda-benda bersejarah, seperi foto-foto dan lukisan tentang perjuangan dari era pra kemerdekaan, perang kemerdekaan dan setelah merdeka.
- Bangunan-bangunan peninggalan Belanda, yang dipugar sesuai bentuk aslinya.
Museum Benteng Vredeburg buka pada hari Selasa-Minggu pukul 08.00-16.00 WIB dan khusus pada hari Jumat dibuka hingga pukul 16.30 WIB.
5. Museum Kereta
Museum Kereta dibangun pada masa pemerintahan SUltan Hamengku BUwono VII. Museum ini berisi koleksi kereta kuda milik Keraton Kasultanan Yogyakarta. Melalui Keputusan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 282/KEP/2020, Museum Kereta ditetapkan sebagai Bangunan Cagar Budaya Peringkat Provinsi.
Koleksi Museum Kereta Keraton Yogyakarta dikhususkan pada alat transportasi berupa kereta kuda yang pernah digunakan. Menurut Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta, kereta kuda koleksi museum tersebut telah berusia puluhan hingga ratusan tahun.
Beberapa dari kereta kuda tersebut masih digunakan dalam upacara-upacara kebesaran Keraton, seperti upacara penobatan Sultan, pernikahan putra Sultan, atau mengantar jenazah Sultan ke tempat peristirahatan terakhir.
Tiap kereta kuda dalam museum tersebut memiliki nama sendiri. Penamaan bagi masing-masing kereta kuda dilakukan karena sebagian masyarakat Jawa percaya akan adanya roh atau kekuatan di tiap benda.
6. Pasar Ngasem
Pasar Ngasem adalah pasar tradisional yang dapat dikunjungi untuk wisata belanja. Pasar ini dianggap istimewa karena daerah Ngasem pada zaman dahulu merupakan danai miliki keluarga kerajaan berdasarkan publikasi dari Dinas Pariwisata Daerah Istimewa Yogyakarta.
Dahulu, Sultan Hamengku Buwono II biasa pergi ke danau untuk menikmati keindahan istana dari luar. Seiring berjalannya waktu, fungsi danau berubah menjadi pasar burung. Kini, pasar Ngasem menjadi salah satu bangunan cagar budaya di Yogyakarta.
7. Museum Sonobudoyo
Museum Sonobudoyo didirikan pada tahun 1934 dan diresmikan pada tanggal 6 November 1935 oleh Sultan Hamengku Buwana VIII, dengan ditandai sengkala "Kayu Winayang ing Brahmana Budha".
Museum itu merupakan bagian dari lembaga yang bernama Javaansche lnstituut yang berdiri pada tanggal 4 Agustus 1919 di Surakarta. Bangunan museum berbentuk joglo dan menghadap ke selatan.
Terdapat ruang pamer yang berada di lantai pertama dan bangunan berlantai dua yang ada di sebelah barat digunakan untuk ruang perkantoran. Dari buku Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, Museum Sonobudoyo didirikan di atas tanah seluas 7.867 m2.
Bangunan museum direncanakan oleh lr. Th. Karsten serta pengawas dan penasehat lr. J.L. Moens. Pembangunan museum ini dilakukan secara bertahap, dimulai pada tahun 1934 masehi berupa bangunan pendopo kecil.
Koleksi Museum Sonobudoyo saat ini memiliki sekitar lebih 43.263 buah benda sejarah, terdiri dari koleksi prasejarah (alat batu, area replika tengkorak dan tulang manusia purba, dll), wayang, batik dan perlengkapan untuk membatik, gamelan, perlengkapan tradisional Jawa, keris, topeng, dan masih banyak lagi.
8. Dalem Kaneman
Dalem Kaneman adalah tempat kediaman GKR Anom Adibrata, kakak perempuan dari Sri Sultan Hamengku Buwono X. Bangunan ini menghadap ke selatan dan terdiri dari bangunan pendapa, pringgitan, dan rumah induk.
Pada bagian kanan dan kiri bangunan induk terdapat tembok sebagai penyekat/seketheng. Dalem ini dikelilingi pagar dengan dua pintu masuk berbentuk kori atau regol gapura paduraksa. Bangunan ini ditetapkan sebagai cagar budaya dengan Per.Men Budpar RI No. PM.89/PW.007/MKP/2011.
9. Situs Ratu Boko
Situs Ratu Boko terletak sekitar 3 km ke arah selatan dari Candi Prambanan atau sekitar 19 km ke arah selatan dari kota Yogyakarta. Wisata budaya dan sejarah ini terletak di atas sebuah bukit dengan ketinggian sekitar 195,97 m di atas permukaan laut.
Dari keterangan dalam situs PT Taman Wisata Candi Borobudur, Ratu Boko bukan candi, melainkan peninggalan keraton. Di sekitarnya terdapat beberapa candi antara lain di sisi timur terdapat Candi Dawangsari, Candi Barong, dan Candi Ijo, di sisi selatan terdapat Candi Banyunibo, dan di sisi barat terdapat Situs Watugudig.
Merujuk pada laman Balai Pelestarian Cagar Budaya, riwayat pendirian dan penggunaan bangunan di kawasan Ratu Boko dapat diketahui dari isi sejumlah prasasti yang telah ditemukan.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Teguh Asmar dan Bennet Bronson, Situs Ratu Boko merupakan pemukiman yang pernah dimanfaatkan dalam beberapa fase yaitu:
- Fase I, Situs Ratu Boko merupakan pemukiman tetap yang dihuni antara tahun 600-825 M. Pada akhir fase ini diperkirakan sezaman dengan prasasti Abhayagiriwihara yang berangka tahun 792 M.
- Fase II, Situs Ratu Boko dihuni antara tahun 775/825 M-1025/1050 M. Pada fase ini diperkirakan lokasi ini dihuni oleh penganut Siwaistis.
- Fase III, Situs Ratu Boko dihuni 1025/1050 M-1250/1400 M. Di situs ini penduduk sudah ada yang memiliki porselin-porselin Cina.
- Fase IV diperkirakan sekitar 1250/1400-1850 merupakan lokasi yang tidak berpenghuni.
10. Tebing Breksi
Wisata Tebing Breksi di Yogyakarta memiliki tampilan yang cukup unik. Wisata ini merupakan perbukitan batuan breksi. Corak indah dari bebatuan dan tebing memiliki daya tarik tersendiri. Sebelum menjadi tempat wisata, lokasi ini merupakan tempat penambangan batu alam.
Pemandangan dari puncak Tebing Breksi sangat indah. Dari puncaknya, pengunjung dapat melihat lanskap Candi Prambanan, Candi Barong, Candi Sojiwan, Gunung Merapi, Kota Yogyakarta dengan latar langit yang megah dan semakin indah ketika petang menjelang.
Rute menuju Tebing Breksi tidak sulit. Lokasinya masih berada dalam satu kawasan dengan Candi Ijo. Wisatawan cukup mengikuti rute menuju Candi Ijo melalui Pasar Prambanan ke kanan menuju Piyungan.
11. Desa Wisata Pentingsari
Desa Wisata Pentingsari merupakan wisata yang terletak di bawah kaki gunung Merapi. Pentingsari adalah sebuah dusun yang ditetapkan sebagai desa wisata sejak tahun 2008.
Desa Wisata Pentingsari yang menjadi salah satu dari 16 Desa Wisata se-Indonesia yang menerima Sertifikat dan Penghargaan Desa Wisata Berkelanjutan di Gedung Sapta Pesona Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif pada 2 Maret 2021.
Luas desa ini mencapai 103 hektare. Wisatawan dapat menikmati alam, sambil belajar seni budaya dan kreativitas, seperti menaiki mobil jeep ke Gunung Merapi, menyusuri sungai berbatu di Kali Kuning, belajar memainkan alat musik gamelan, membuat kreasi wayang dari rumput, membatik, menari, membuat kopi tradisional yaitu robusta hingga bercocok tanam.
12. Gunung Api Purba Nglanggeran
Gunung Api Purba Nglanggeran adalah gunung yang sudah tidak aktif. Gunung ini termasuk dalam gugusan Geopark Gunungsewu yang meliputi Kebun BUah dan Embung yang indah. Lokasi wisata ini terletak di Desa Nglanggeran, Gunungkidul, sekitar 30 km dari kota Yogyakarta.
Dilansir dari Pemerintah Kabupaten Gunungkidul, Gunung Api Purba Nglanggeran juga memiliki cerita rakyat yang berkembang di masyarakat. Bukit Nglanggeran konon merupakan tempat menghukum warga desa yang ceroboh merusak wayang.
Nama ‘Nglanggeran’ berasal dari kata ‘nglanggar’ yang artinya melanggar. Menurut cerita rakyat, penduduk desa sekitar mengundang seorang dalang untuk mengadakan pesta syukuran hasil panen.
Akan tetapi, ada beberapa warga desa yang melakukan hal ceroboh. Mereka mencoba merusak wayang milik dalang. Ia murka dan mengutuk warga desa yang merusak menjadi sosok wayang dan dibuang ke Bukit Nglanggeran.
13. Gumuk Pasir
Gumuk Pasir terbentuk dari material Gunung Merapi yang mengalami perpindahan melalui sungai Opak dan Sungai Progo hingga sampai ke pantai. Material tersebut kemudian mengering dan terbawa angin lalu terbang ke daratan sehingga menjadi Gumuk Pasir.
Wisata ini merupakan wujud fenomena alam yang cukup langka. Pengunjung ramai datang untuk mengambil foto, terutama foto prewedding. Suasana Gumuk Pasir seakan membawa wisatawan ke Timur Tengah.
14. Puncak Suroloyo
Puncak Suroloyo adalah puncak tertinggi dari gunung Menoreh. Dari ketinggian sekitar 1.019 meter di atas permukaan laut, wisatawan dapat terpesona dengan keindahan alam yang membentang.
Dari puncak, pengunjung juga dapat melihat Candi Borobudur yang dikelilingi empat gunung, yaitu Gunung Sindoro, Sumbing, Merbabu, dan Merapi. Pemandangan tersebut merupakan objek favorit bagi para fotografer.