Menenun Kembali Kejayaan Sutra Sulsel

Yayasan BaKTI
Seorang perempuan sedang menenun kain sutra di Sulawesi Selatan
Penulis: Hanna Farah Vania - Tim Publikasi Katadata
27/10/2021, 09.54 WIB

Karena merupakan pengalaman baru, Yvonne dan tim pelaksana kajian menemukan berbagai tantangan dalam prosesnya, terutama dalam tahap penyelarasan. Sebab, kajian ini melibatkan berbagai aktor dari beragam disiplin ilmu.

“Selama ini yang dilakukan adalah penelitian sendiri-sendiri. Sekarang kajian dilakukan oleh peneliti dari latar belakang dan bidang ilmu yang berbeda dalam waktu yang ditentukan. Ini memberikan tantangan dan menjadi warna tersendiri dari kerja tim kita,” ujarnya.

Namun, Yvonne memetik hal positif dari kolaborasi ini yakni berupa transfer pengetahuan. Semua pihak yang terlibat dapat melihat dari berbagai segi seperti ekonomi-Lingkungan, kesetaraan gender, pemberdayaan masyarakat, kebijakan dan kelembagaan serta rantai nilai industri sutra.

Di sisi hulu, tim kajian melihat adanya permasalahan bibit ulat sutra dan berkurangnya produktivitas akibat penggunaan pestisida. Karena kurangnya telur ulat berkualitas, petani memilih menggunakan telur impor dari negara lain. Sementara dari sisi pemintal dan penenun, mereka masih bekerja dengan alat yang sudah tertinggal secara teknologi dibanding negara lain.

Hal ini diperparah dengan bias gender dalam penyajian data situasi riil para pelaku penenun skala kecil yang menyebabkan minimnya akses ke pendampingan, pelatihan maupun bantuan pemerintah, sehingga mereka terlempar keluar dari rantai produksi. Hengkangnya para perempuan dari kerja menenun akan menjadi ancaman bagi kelangsungan industri sutra di Sulawesi Selatan.

Sementara pada sisi hilir, karena kurangnya pemahaman tentang tenun sutra, konsumen tidak dapat membedakan tenun sutra yang asli dan campuran. Dengan memahami persoalan nyata di lapangan, pemerintah daerah bisa merumuskan solusi yang  komprehensif untuk mengembalikan kejayaan tenun sutra Sulsel.

Saat ini, naskah kebijakan tentang labelisasi sutra alam yang dirumuskan suatu tim yang dipimpin Dinas Perindustrian Sulsel sedang dikonsultasikan ke Kementerian Dalam Negeri. Selanjutnya, akan disahkan menjadi Peraturan Gubernur Sulsel tentang Labelisasi Sutra.

Menurut Yvonne, kajian berbasis bukti yang dilakukan oleh Sulsel juga merupakan contoh baik untuk direplikasi daerah lain. Karena adanya transfer pengetahuan menjadi pembelajaran untuk peneliti itu sendiri menemukan cara pandang, metode, dan inovasi baru.

Oleh karena itu, tim peneliti sedang menyusun petunjuk teknis kajian dan kegiatan kolaborasi. Untuk memungkinkan kajian ini terjadi, pemerintah daerah pun perlu membuka ruang untuk menciptakan kolaborasi dengan perguruan tinggi dan organisasi masyarakat sipil.

“Ke depannya ini bisa diterapkan di semua kegiatan kelitbangan atau non-kelitbangan yang punya prospek atau tujuan lengkap. Dari proses ini banyak yang bisa digali dan dikembangkan lagi, baik kajian atau kegiatan baru dari hasil temuan, atau ide lain yang ditemukan di lapangan,” kata Yvonne.

Halaman: