Menilik Sejarah Pembangunan Selokan Mataram Yogyakarta

ANTARA FOTO/Hendra Nurdiyansyah
Ilustrasi, sejumlah petani membersihkan sampah di Selokan Mataram, Tirtomartani, Kalasan, Sleman, DI Yogyakarta, Jumat (21/2/2020).
Penulis: Tifani
Editor: Agung
21/9/2022, 08.00 WIB

Kepada pihak Jepang, Sultan Hamengkubuwono IX mengatakan, bahwa Yogyakarta adalah daerah kering. Satu-satunya produk yang dijadikan andalan adalah ketela yang diolah menjadi bahan pangan pokok.

Salah satu ide Sultan Hamengkubuwono IX adalah proyek pembangunan Selokan Mataram yang menghubungkan sungai Progo dan Opak.

Melalui pengaruhnya yang kuat, ia memberitahu Jepang tentang situasi di wilayah Yogyakarta. Dikatakannya, penduduk dan kondisi lahan pertanian mereka sangat mengkhawatirkan karena masalah irigasi.

Diplomasi Sultan Hamengkubuwono IX membuahkan hasil positif. Jepang menyetujui pembangunan kanal untuk irigasi, yang dikenal sebagai Kanal Yoshiro selama periode pemerintahan Jepang dan sekarang dikenal sebagai sistem Selokan Mataram.

Seiring waktu, Selokan Mataram tidak hanya digunakan sebagai saluran irigasi. Saat ini, Selokan Mataram digunakan untuk irigasi tambak, Pembangkit Listrik Tenaga Air di Desa Brigo (PLTA) dan bahkan objek wisata.

Konon, penyatuan dua sungai di tanah Mataram telah diramalkan oleh Raja Joyoboyo, pembawa kejayaan Kerajaan Kediri yang berkuasa antara 1135-1159.

Raja Joyoboyo memang dipercaya sebagai titisan Betara Wisnu, atau sang pemelihara keselamatan dan kesejahteraan dunia, yang ramalannya kerap menjadi nyata.

Sebagian masyarakat Yogyakarta yang terlibat dalam pembangunan Selokan Mataram percaya ungkapan Joyoboyo yang menyatakan bahwa, "Bila Kali Progo kawin dengan Kali Opak maka Mataram akan makmur".

Ungkapan tersebut diyakini oleh masyarakat sebagai faktor pendorong dibangunnya Selokan Mataram.

Halaman: