Nadya Amatullah Nizar tidak pernah membayangkan kalau pandemi Covid-19 berdampak begitu luar biasa. Saat pandemi di tanah air resmi diumumkan, pemilik label busana muslim Nadjani itu tengah bersiap mengikuti ajang ‘Indonesia Fashion Week’ (IFW). Sudah ada 10.000 ribu baju siap dijual. Namun, rencana kandas tatkala ada kabar pembatalan acara yang rencananya digelar pada 1 - 5 April 2020 lalu.
Belum usai dengan pembatalan perhelatan akbar itu, Nadya harus menerima kabar buruk lainnya, yakni penutupan tempat perbelanjaan. Akibatnya, gerai Nadjani baik di Jakarta maupun di Bandung pun tutup mengikuti titah pemerintah yang memulai Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) pada awal April.
Perempuan yang memulai label Nadjani sejak 2011 itu memutar otak. Nadya pun semakin menggalakkan penjualan online. Kebetulan dari sejak awal, dia sudah berjualan secara online via media sosial Instagram dan website. “Jadi waktu ada pandemi ini, saya langsung semakin gencar engage dengan pembeli,” kata Nadya kepada Katadata pada 7 Juli 2020 lalu. “Maka dari itu, saat diumumkan pandemi, dan acara Indonesia Fashion Week dibatalkan, saya langsung menawarkan 10.000 baju yang rencananya buat acara itu.”
Laris manis. Begitu kata Nadya. Baju muslim Nadya yang khas dengan potongan asimetris dan corak terang tersebut dia jual di Tokopedia dan website. Baju tersebut ludes dibeli penggemarnya.
Agak berbeda dengan pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) lainnya, Nadya mengaku dari dulu sudah berjualan secara online. Menurut Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, ada sekitar 301.115 UMKM yang beralih platform ke digital selama pandemi Corona atau 14 Mei hingga 9 Juni 2020. “Penggunaan platform digital menjadi kebutuhan, dan di dalam situasi new normal, ada beberapa potensi yang bisa didorong,” kata dia dalam webinar OK OCE, Jumat (19/6).
Maka, keputusan Nadya yang berjualan online sejak 2013 mendatangkan berkah tersendiri saat pandemi ini. Dia tak lagi “gagap” harus banting setir ke dunia online. Ditambah lagi, penjualan daringnya justru menguntungkan dibanding penjualan di dua gerai offline-nya.
“Sekitar 70:30 online dan offline-nya. Tapi tetap saja terasa saat pandemi karena harus menutup toko. Tapi, justru penjualan online melonjak,” kata Nadya.
Namun, Nadya tak ingin lengah. Dia harus bisa terus bertahan di tengah pandemi demi 35 pegawainya. Inovasi menjadi kuncinya. Meskipun dia yakin kebanyakan pelanggan setianya tidak terlalu terdampak secara ekonomi, akibat Covid-19 ini nasib orang tak ada yang tahu. Nadya pun memilih menjual celemek.
“Pembeli saya kebanyakan ibu-ibu. Mereka kerja dari rumah yang juga harus mengerjakan tugas rumah,” katanya. “Celemek dan baju rumah saya pilih untuk dijual saat pandemi. Dan ternyata laku banget.”
Ia mengungkapkan dari total jumlah celemek yang dijual sebanyak 1.300 buah, semuanya ludes terjual hanya dalam waktu dua hari.
Selama pandemi Nadya menjual 8.000 baju muslim dan rata-rata semua terjual habis. Padahal, sebelum pandemi biasanya 5.000 baju dan 500 jilbab dengan omzet Rp2 miliar/bulan.
“Justru di saat pandemi omzet naik. Bisa Rp4 miliar/bulan. Ini karena pelanggan setia saya kerja dari rumah waktu lebih banyak untuk online,” ungkap Nadia.
Selain celemek, Nadya juga melakukan inovasi membuat peralatan salat. Setelah sebelumnya dia sukses menjual mukena lipat, label busana muslim Nadjani akan segera punya produk baru, yaitu sajadah lipat.
“Orang-orang sedang bersiap dengan kondisi new normal, bawa alat salat sendiri,” kata dia. “Jadi setelah mukena bisa dilipat kecil, saya juga nyiapin sajadah yang dilipet kecil dan pouch-nya. Nggak ribet, bahannya gampang dicuci dan cepat kering.”
Penjualan di Marketplace Laku Keras
Meski sudah terkenal dengan jualan online di Instagram, website dan e-commerce Hijup, Nadya tetap melirik Tokopedia. Lantaran, dia sering menerima komentar-komentar pelanggannya yang meminta Nadjani juga membuka toko di Tokopedia.
“Banyak yang minta, ‘Teh buka dong di Tokopedia, biar dapet free ongkir’,” katanya. Keputusannya tepat, terlebih di masa pandemi, Nadya mengaku penjualan di Tokopedia laku keras.
“Apalagi di Tokopedia sistemnya bagus, sementara di web saya sering down,” kata Nadya yang mengaku baru bergabung dengan Tokopedia pada tahun lalu.
Ada lebih dari 1,1 juta UMKM yang bergabung sejak Januari 2020. Total mitra pedagang di platform tersebut kini menjadi lebih dari 8,3 juta, dengan 94 persen diantaranya berskala ultra mikro. Dalam mewadahi mereka, perusahaan yang didirikan oleh William Tanuwijaya dan Leontinus Alpha Edison ini memberi pendampingan kepada UMKM yang sudah menjadi mitra maupun belum. “Tujuannya memberi panggung seluas-luasnya kepada UMKM lokal untuk terus berjuang di tengah new normal lewat kanal digital,” kata External Communications Senior Lead Tokopedia Ekhel Chandra Wijaya, Senin (15/6).
Maka, tak hanya sistem yang baik Nadya mengaku banyak layanan Tokopedia yang membuat produknya laku keras.
“Kemarin saat ada layanan pre-sale dan Kotak Kejutan, terus itu harganya menjadi murah. Itu lumayan penjualan, langsung habis,” kata Nadya.
Di Tokopedia, Nadya juga sempat membuat masker untuk donasi dan ternyata laku keras. Selama empat hari 2.000 masker terjual hanya dalam waktu lima menit. Selain itu, Tokopedia juga membantu bisnis baju muslimnya tetap stabil.
“Sekarang, saya posting barang baru ke Instagram, setelah itu langsung posting di Tokopedia sebelum ditanya sama pelanggan, lalu baru web saya,” kata Nadya menutup pembicaraan.