Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) akan mengeluarkan limbah tambang atau slag nikel dari kategori Bahan Berbahaya dan Beracun (B3). Untuk itu, KLHK akan memeriksa limbah dari tambang tiga perusahaan.
Ketiga perusahaan tersebut adalah PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP), PT Vale Indonesia Tbk, dan PT Aneka Tambang Tbk di Pomalaa (Sulawesi Tenggara). Uji karakteristik limbah di laboratorium dilakukan hingga mendapat akreditasi dan standar mutu oleh KLHK.
“Karena slag nikel tidak mudah meledak, tidak menimbulkan infeksi, dan bukan korosif,” kata Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, dan B3 Rosa Vivien Ratnawati di Kantor Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Jumat (27/9).
(Baca: Pemanfaatan Limbah Smelter Menunggu Regulasi Kementerian LHK)
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014, limbah dapat dikecualikan dari status B3 asal produsennya melakukan uji karakteristik. Tes dilakukan untuk mengetahui apakah suatu bahan beracun hingga mudah meledak.
Rosa memperkirakan, proses uji coba tiga perusahaan tersebut akan berlangsung selama tiga minggu. Jika hasilnya positif, limbah slag dapat diolah oleh perusahaan atau pemerintah. Namun tidak semua limbah slag akan dikecualikan dari B3. “Tergantung kadar Kromium,” ujarnya.
Ketentuan keluarnya limbah slag bakal diatur dalam Peraturan Menteri LHK. Beleid tersebut akan menentukan secara spesifik tiap perusahaan yang ingin mengolah limbah untuk uji karakteristik terlebih dulu.
Dia mengatakan metode pengujian pada masing-masing perusahaan akan sama. Pengujian dilakukan berjenjang untuk menerapkan prinsip kehati-hatian. Namun penyederhanaan mekanisme akan dilakukan agar prosesnya tidak panjang. "Dan tidak semua slag dihantam habis keluar dari B3,” ujar dia.
(Baca: Pemerintah Rencanakan Pemanfaatan Limbah Tambang Smelter)
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan pengolahan limbah slag nikel dapat dilakukan dengan mencontoh luar negeri. “Di negara lain bisa diproses jadi beton bangunan," ujar Darmin.