Pembahasan revisi rencana pengembangan (PoD) proyek Indonesia Deep Water Development (IDD) tahap II belum juga selesai. Pemerintah dan operator proyek yaitu Chevron Pacfic Indonesia masih berkutat pada soal bagi hasil migas.
Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Dwi Soetjipto mengatakan proyek akan menggunakan skema bagi hasil gross split. “Mereka sangat hati-hati menerima di-split berapa," kata dia di Gedung Kementerian ESDM, Selasa (30/7).
(Baca: Skema Gross Split Dianggap Penyebab Lambatnya Pembahasan IDD )
Akhir Januari lalu, Kepala Divisi Program Kerja SKK Migas Julius Wiratno mengatakan Chevron mengajukan penambahan bagi hasil hingga lebih dari 10%. Tambahan ini bisa saja diperoleh melalui diskresi Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral.
Dwi membantah Chevron akan hengkang dari proyek Ultra Laut Dalam tersebut imbas berlarutnya pembahasan. Ia memastikan belum ada pernyataan tersebut dari Chevron, maupun dua anggota lainnya dari konsorsium pengelola proyek IDD.
"Ini konsorsium, Chevron, Eni dan Sinopec. Mereka tiga ini masih lakukan kajian tingkat keekonomian," ujarnya.
(Baca: Pemda Aceh Disebut Inginkan Skema Cost Recovery untuk Blok NSB)
Pembahasan PoD proyek IDD sempat ditargetkan rampung lebih cepat dibandingkan Blok Masela. Namun nyatanya, pembahasan belum juga rampung hingga ditanda tanganinya PoD Blok Masela pada pertengahan Juli lalu.
Adapun Chevron telah bolak balik mengajukan PoD. Chevron sebetulnya sudah mendapatkan persetujuan PoD pada 2008. Namun, Chevron mengajukan revisi PoD pada 2013 karena harga minyak naik dan nilai investasi pun naik menjadi US$ 12 miliar. PoD tersebut ditolak pemerintah.
Pada akhir 2015, Chevron mengajukan lagi PoD dengan nilai investasi US$ 9 miliar dan permintaan insentif berupa investment credit di atas 100%. PoD tersebut kembali ditolak pemerintah. Tahun ini, Chevron kembali mengajukan PoD, namun belum kunjung disetujui karena belum ada kesepakatan dengan pemerintah terkait keekonomian proyek tersebut.