Indonesia Tak Mampu Ambil Peluang Pembatasan Rare Earth Tiongkok ke AS

Wikipedia
Ilustrasi batu mineral. Indonesia memiliki potensi rare earth mineral atau logam tanah langka yang tinggi namun belum dieksplorasi.
19/6/2019, 03.00 WIB

Dewan Penasehat Masyarakat Geologi Ekonomi Indonesia (MGEI) Arif Zardi Dahlius menyatakan Indonesia memiliki potensi rare earth (REE) atau logam tanah jarang yang tinggi, namun pengembangannya sangat minim. Karena itu, Indonesia tidak bisa menggantikan Tiongkok sebagai negara pengekspor REE ke Amerika Serikat (AS).

Tiongkok merupakan produsen REE terbesar saat ini. Mineral tersebut dibutuhkan untuk produksi peralatan militer seperti mesin jet, satelit sistem pengarah misil, laser, hingga peralatan elektronik. Berdasarkan Global Times, AS saat ini menghadapi risiko pembatasan ekspor REE oleh Tiongkok sebagai aksi balasan perang dagang yang dilancarkan Presiden Donald Trump.

Namun, Arif menjelaskan Indonesia tidak bisa mengambil pasar AS. Pasalnya, dasar ilmu geologi khususnya tentang REE dan data sebaran batuan geokimia yang lengkap masih sangat minim.

Terlepas dari masalah itu, ia melihat, pengembangan produk tambang ini masih bisa bersaing dengan Thailand, Vitenam, Laos, dan Myanmar. "Potensinya ada, tapi risetnya masih sangat kurang sekali. Mustahil menggantikan Tiongkok," ujarnya kepada Katadata.co.id, Selasa (18/6).

(Baca: Industri Alat Militer AS Hadapi Risiko Pembatasan Rare Earth Tiongkok)

Kondisi geografis Indonesia yang terletak di jalur cincin api membuat potensi keberadaan mineral, termasuk REE, besar sekali. Dalam beberapa tahun terakhir Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) dan PT Timah Tbk baru mulai mengembangkan REE.

Potensi REE bisa berada di bagian barat Sumatera, dari Aceh hingga Lampung. Namun, REE di Pantai Barat Sumatera sebagian besar sudah menjadi plaser rombakan granit di pantai. Sedangkan REE Bayan Obo yang berada di Tiongkok telah ditemukan pertama kali pada 1927 oleh Profesor Ding Dao Heng. Sejak saat itu REE terus berkembang di Tiongkok selama 92 tahun. "Jadi, itulah kenapa saya bilang kenapa tertinggal jauh sekali," ujarnya.

Sementara, Jepang juga mengklaim telah menemukan cadangan REE yang besar bercampur dengan sedimen lempung di palung atau di laut dalam sebelah timur negara itu. Berdasarkan informasi, cadangan REE di Jepang juga cukup besar. Hal ini membuka kemungkinan Jepang tidak perlu bergantung lagi kepada Tiongkok.

REE, menurut Arif, masih menjadi komoditas yang langka. Tapi logam ini dibutuhkan untuk produk-produk berteknologi tinggi. Jadi, jika REE ditemukan dalam cadangan yang besar bisa menjadi menjadi komoditas mineral yang menarik. "Tiongkok menjadi produsen terbesar. Apple saja sudah menggunakan material dari Tiongkok," kata dia.

(Baca: Menperin Sebut Pemblokiran Huawei oleh AS Terkait Perang Dagang)

Reporter: Fariha Sulmaihati