Industri Alat Militer AS Hadapi Risiko Pembatasan Rare Earth Tiongkok

Budastock/123rf
Industri alat militer Amerika Serikat (AS) menghadapi risiko pembatasan ekspor rare earth atau logam tanah jarang oleh Tiongkok.
17/6/2019, 18.39 WIB

Industri alat militer Amerika Serikat (AS) menghadapi risiko pembatasan ekspor rare earth atau logam tanah jarang oleh Tiongkok. Risiko ini disampaikan Global Times, koran yang diterbitkan oleh People’s Daily milik Partai Komunis yang berkuasa.

Channel News Asia memberitakan, Global Times mengungkap risiko tersebut setelah Juru Bicara Komisi Reformasi dan Pembangunan Nasional (NDRC) Tiongkok mengatakan akan mempelajari dan sesegera mungkin menerbitkan kebijakan yang relevan terkait logam tanah jarang.

Global Times melaporkan informasi tersebut melalui akun Twitter resminya dengan mengutip sumber di kalangan industri Tiongkok. Baru-baru ini, NDRC memang mengadakan tiga simposium tentang logam tanah jarang untuk mendengar pandangan ahli industri, termasuk soal pengendalian ekspor komoditas tersebut.

(Baca: Balas Trump, India Kerek Tarif 28 Produk Amerika Serikat)

Berdasarkan transkrip komentar dari Juru Bicara NDRC Mei Wei, ahli industri bukan hanya mengusulkan pengendalian ekspor, tapi juga percepatan industri hilir dan mekanisme penelusuran untuk setiap ekspor logam tanah jarang.

Mei sendiri menyinggung soal keamanan nasional ketika berbicara tentang rencana kebijakan tersebut. Mei menyatakan, pemerintah menentang segala upaya penggunaan produk dari hasil ekspor logam tanah jarang Tiongkok yang ditujukan menekan pembangunan Negeri Tirai Bambu.

Pemerintah Tiongkok juga akan meningkatkan upaya dalam memerangi penambangan logam tanah jarang ilegal dan mempromosikan pengembangan industri logam tanah jarang secara ramah lingkungan.

(Baca: Huawei Tunda Peluncuran Ponsel Lipat Mate X, Bantah Imbas Sanksi AS)

Tiongkok merupakan produsen besar logam tanah jarang. Mineral tersebut dibutuhkan untuk produksi peralatan militer seperti mesin jet, satelit sistem pengarah misil, dan laser, hingga peralatan elektronik.

Sebelumnya, sejumlah media yang dikelola pemerintah Tiongkok telah mengangkat soal kemungkinan pembatasan pasokan mineral ini untuk memperkuat posisi dalam perang dagang dengan AS.

Potensi Rare Earth Indonesia

Indonesia sendiri disebut memiliki potensi logam tanah jarang yang cukup besar. Pusat Sumber Daya Mineral Batu Bara dan Panas Bumi (PSDMBP) serta Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada tengah melakukan studi terkait potensi logam tanah jarang dalam batu bara Indonesia.

Penelitian mengenai logam tanah jarang di Indonesia dilaporkan masih langka. Adapun kadar elemen logam tanah jarang (rare earth elements /REE) dalam abu hasil pembakaran (fly ash) batu bara terindikasi 10 kali lebih besar dibandingkan di dalam batu bara itu sendiri.

(Baca: Perang Dagang Sengit, Jokowi Minta Pengusaha Jeli Lihat Peluang Ekspor)

Penelitian terhadap batu bara Bangko Sumatra Selatan menunjukkan bahwa batu bara tersebut memiliki kadar REE sebesar 2,4 hingga 118,4 ppm. Dengan asumsi kadar REE dalam fly ash 10 kali lipat kadar REE dalam batu bara, maka potensi REE dalam fly ash batubara Bangko diperkirakan bisa mencapai sekitar 1.000 ppm.

“Jumlah yang cukup besar dan menjanjikan untuk diekstrak secara komersial,” demikian tertulis dalam artikel di situs PSDMBP, tahun lalu.

(Baca: Hingga Awal Juni, PNBP Sektor Minerba Capai 44,28% dari Target)

PSDMBP berharap hasil studinya dapat mengungkap potensi REE dalam batu bara Indonesia, membuka peluang peningkatan nilai tambah batu bara, serta peningkatan pendapatan negara melalui produksi REE dari batu bara.