Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat sepanjang 2018 terdapat 10 Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) sektor minyak dan gas bumi (migas) yang menghasilkan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3). Dari 10 KKKS itu, Chevron yang paling besar menghasilkan limbah.
Dari data Kementerian ESDM, 10 KKKS itu menghasilkan tiga jenis limbah yakni tanah terkontaminasi, limbah sisa operasi, dan limbah sisa produksi. Total pembiayaan untuk limbah itu mencapai US$ 5,15 juta.
Chevron di Blok Rokan menghasilkan limbah tanah terkontaminasi sebesar 27.275 ton dengan biaya pengolahan limbah US$ 3,2 juta. Adapun, limbah sisa operasinya sebesar 3.515 ton dengan biaya pengelolaan sebesar US$ 1,4 juta dan limbah sisa operasinya nihil.
Menurut, Direktur Teknik dan Lingkungan Migas Kementerian ESDM Adhi Wibowo, Chevron menjadi penghasil terbesar limbah karena sesuai dengan luas wilayah Blok Rokan. Jumlah sumur yang beroperasi di Blok Rokan juga banyak mencapai lebih dari 18 ribu sumur. "Itu karena luasnya," kata dia di Komisi VII DPR, Jakarta, Senin (21/1).
Untuk mengolah limbah tersebut, Chevron menganggarkan dana pascatambang sesuai aturan yang berlaku. Aturan itu antara lain Undang-undang Nomor 22 tahun 2001, Peraturan Pemerintah Nomor 35 tahun 2004, dan Peraturan Menteri ESDM Nomor 31 tahun 2012.
Senior Vice President Policy, Government and Public Affrairs Chevron Wahyu Budianto mengatakan sudah berupaya agar limbah tersebut dikelola dengan baik. “Kami punya pengolahan limbah. Jadi limbah operasi itu seperti bekas-bekas oli semua kami proses,” ujar dia.
Selain Chevron, ada sembilan KKKS lainnya yang limbahnya banyak. Pertama, PT Pertamina EP menghasilkan tanah terkontaminasi sebanyak 1.992 ton, sisa operasi 1.283 ton dan sisa produksi 15.182 ton. Kedua, PetroChina Internasional Jabung Ltd menghasilkan 1.647 ribu tanah terkontaminasi, sisa operasi 148 ton, dan sisa produksi 3.158 ton.
Ketiga, PT Pertamina Hulu Mahakam (PHM), untuk limbah tanah terkontaminasinya nihil, sementara limbah sisa operasinya 239 ton, dan sisa produksi 13.252 ton. Keempat, Medco E&P Natuna menghasilkan 0,2 ton untuk tanah terkontaminasi, sisa operasi 181 ton, dan sisa produksi 71,9 ton.
Kelima, PT Pertamina Hulu Sanga-Sanga untuk limbah tanah terkontaminasi nihil, tapi limbah sisa operasinya sebesar 121,8 ton, dan limbah sisa produksinya 1.362 ton. Keenam, ConocoPhilips (Grissik) Ltd untuk tanah terkontaminasi sebesar 19 ton, sisa operasi sebesar 237 ton, dan sisa produksi 13 ton.
Ketujuh, Pertamina Hulu Energi OSES Ltd untuk tanah terkontaminasi nihil, namun limbah sisa operasi sebesar 152,50 ton, dan untuk limbah sisa produksi nihil. Kedelapan, ExxonMobil Cepu Ltd untuk tanah terkontaminasi mencapai 3,31 ton, limbah sisa operasi sebesar 102,9 ton, dan limbah sisa produksi 88,6 ton. Kesembilan, Pertamina Hulu Energi ONWJ untuk tanah terkontaminasi nihil, untuk limbah sisa operasi 99,4 ton, dan limbah sisa produksi mencapai 1,2 ton.
(Baca: Puluhan Ribu Ton Limbah dari 11 Kontraktor Migas Diolah Jadi Semen)
Kementerian ESDM memetakan limbah-limbah tersebut dimanfaatkan untuk pengolahan lebih lanjut sehingga menghasilkan nilai tambah. Di antaranya, untuk bahan bakar anternatif, bahan material alternatif, dan menjadi area penimbunan (landfill).