Proyek ultra laut dalam (Indonesia Deepwater Development/IDD) tahun ini akan memasuki tahap akhir desain dan perekayasan (Front End Engineering Design/FEED). Ini merupakan tindak lanjut setelah Chevron Indonesia, selaku operator menyelesaikan tahap pra-FEED.

FEED merupakan suatu fase pendifinisian proyek. Dokumen FEED nantinya dijadikan acuan untuk lelang pekerjaan konstruksi suatu proyek.

Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto mengatakan pemenang lelang yang akan mengerjakan FEED  proyek IDD diharapkan bisa dicapai tahun ini. "Di 2019 targetnya FEED dan pengumuman kontraknya," kata dia dalam Rapat Dengar Pendapat dengan komisi VII DPR, Jakarta, Kamis (10/1).

Adapun, SKK migas mengestimasi biaya pengembangan proyek IDD mencapai US$ 5 miliar. Angka ini sedikit lebih rendah jika dibandingkan pada medio Juni 2018 lalu, saat itu Chevron mengajukan proposal IDD dengan angka sekitar US$ 6 miliar.

Dari data SKK Migas, proyek IDD  bisa berproduksi hingga 1.120 MMscfd gas dan 40 ribu bph minyak. Proyek ini akan beroperasi pada kuartal pertama 2024. Saat ini SKK Migas masih mengevaluasi proposal PoD pertama revisi yang diajukan Chevron terkait proyek itu beberapa waktu lalu.

Pada proposal yang terbaru ini, Chevron tak lagi memasukkan Blok Makassar Strait sebagai bagian dari proyek IDD. Jadi, proyek IDD hanya terdiri dari Blok Ganal dan Rapak. Namun, dua blok itu akan berakhir kontraknya dalam 10 tahun ke depan. Blok Rapak berakhir pada 2027 dan Blok Ganal tahun 2028.

Belakangan, Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar pernah mengatakan pembahasan PoD proyek IDD berkaitan dengan kedua blok tadi. Dengan berakhirnya kontrak dua lapangan migas itu 10 tahun mendatang, perpanjangan kontrak perlu agar keekonomian proyek IDD bisa terjaga.

(Baca: Chevron Lepas Blok Makassar Strait, Proyek IDD Terancam Mundur)

Arcandra menginginkan perpanjangan kontrak Blok Rapak dan Ganal bisa menggunakan bagi hasil dengan skema gross split setelah kontraknya berakhir. Namun hal itu belum bisa diputuskan. “Yang kontrak eksisting kan dengan cost recovery. Ke depan, pemerintah prefer gross split,” kata Arcandra beberapa waktu lalu.

Reporter: Anggita Rezki Amelia