Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat selama tahun 2018 jumlah pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter) di Indonesia bertambah dua. Ini karena smelter nikel milik PT Virtue Dragon dan PT Bintang Smelter Indonesia telah selesai dan sudah beroperasi.
Dengan tambahan itu, maka total smelter yang beroperasi di Indonesia ada 27. Jumlah ini terus meningkat selama dua tahun terakhir.
Tahun 2016 ada 20 smelter yang beroperasi. Perinciannya, dua smelter tembaga milik PT Batutua dan PT Smelting. Lalu, 12 smelter nikel milik PT Aneka Tambang Tbk, PT Vale Indonesia, PT Fajar Bhakti, PT Sulawesi Mining Investment, PT Gabe, PT Cahaya Modern, PT Indoferro, PT Century Guang Ching, PT Titan, PT Bintang Timur, dan PT Megah Surya Pertiwi.
Kemudian, ada dua smelter besi milik PT Delta Prima Steel, PT Maratus Jaya. Dua smelter bauksit, milik PT Indonesia Chemical Alumina (ICA) dan PT Well Harvest Winning Alumina Refinery (WHW). Sedangkan, ada dua smelter mangan,milik PT Indotama Ferro dan PT Primer.
Adapun, tahun 2017, ada tiga smelter yang telah beroperasi. Pabrik itu milik PT Virtue Srago, PT COR Industry Indonesia, dan PT Surya Saga Utama. Sementara itu, dua smelter bauksit, milik PT Sebuku Iron Lateratic Ores dan PT Sumber Baja Prima.
Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Mineral Yunus Saefulhak mengatakan jumlah smelter akan meningkat. Bahkan, tahun 2019 ada dua smelter nikel yang akan beroperasi milik Antam di Tanjung Buli, Halmahera, dan PT Wanatiara Persada di Pulau Obi, Maluku Utara.
(Baca: Realisasi Pembangunan Smelter Freeport di Bawah Target)
Untuk smelter Antam perkiraannya selesai Juni 2019. Sedangkan untuk smelter Wanatiara selesai pada Desember.
Selain itu, Yunus memastikan untuk saat ini belum ada perusahaan yang dicabut izin ekpsornya karena tidak memiliki progres smelter. "Tidak ada yang dicabut," kata dia.