Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) akan memprioritaskan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) mengelola tambang bekas milik PT Asmin Koalindo Tuhup (AKT). Wilayah tambang ini kini tak memiliki pengelola setelah kontrak Asmin diputus karena menyalahi aturan.

Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama Kementerian ESDM Agung Pribadi mengatakan dengan pemutusan kontrak itu, status tambang menjadi Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK).

Dengan status itu, maka wilayah itu akan dilelang agar ada pengelola. Mengacu, Peraturan Menteri ESDM Nomor 11 tahun 2017, ada prioritas untuk BUMN dan BUMD. “Diprioritaskan kepada BUMN," kata dia kepada Katadata.co.id, Jumat (14/12).

Namun, Agung belum bisa memastikan waktu pelelangannya. Karena, sebelum dilelang pihaknya harus menghitung Kompensasi Data Informasi (KDI) terlebih dahulu.

Tambang milik PT Asmin Koalindo Tuhup akan berubah dari Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu bara (PKP2B) menjadi WIUPK mulai tahun depan. Ini karena Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah memutus kontrak tambang yang dimiliki oleh AKT.

Sebelumnya, AKT terlibat kasus hukum karena menjadikan kontrak PKP2B sebagai jaminan untuk mendapatkan kucuran dana dari lembaga pinjaman, yaitu Standard Chartered Bank pada tahun 2016. Ini tidak dibenarkan, karena telah menjadikan aset negara menjadi jaminan. Kementerian ESDM melakukan pemutusan kontrak yang tertuang dalam Surat Keputusan Menteri ESDM Nomor 3714 K/20/MEM/2017.

(Baca: Kontrak Asmin Koalindo Diputus, Status Tambang Tuhup Berubah pada 2019)

AKT lalu menggugat Kementerian ESDM, gugatan ini dimenangkan AKT. Namun, Kementerian ESDM lakukan banding. Akhirnya, pengajuan banding Kementerian ESDM dikabulkan, dan pengadilan membatalkan putusan sela yang memenangkan gugatan AKT sebelumnya.

AKT awalnya PKP2B untuk mengembangkan konsesi batu bara yang tersebar di 40.610 hektare, yang terletak di Murung Raya, Provinsi Kalimantan Tengah, Indonesia. AKT melepaskan 18.980 hektar areal konsesi Timur Laut yang dianggap tidak dapat berjalan ekonomis, hal ini mengurangi luas area konsesi menjadi 21.630 hektare.

Proyek pertambangan batubara AKT saat ini umumnya dikenal sebagai Tambang Tuhup dan dibagi menjadi dua blok utama yang disebut Kohong dan Telakon dan eksplorasi yang dilakukan mencakup sekitar 45% dari area konsesi. Area pertambangan saat ini berkonsentrasi pada 916,73 hektare di Kohong.