Lembaga riset dan konsultan global Wood Mackenzie memprediksi harga minyak mentah untuk tahun depan lebih stabil. Ini karena faktor pasokan minyak mentah ke depan.
Direktur Riset Hulu Minyak dan Gas Wood Mackenzie Asia Pasifik Andrew Harwood mengatakan ke depan memang pasokan akan berkurang karena ada sanksi Amerika Serikat terhadap Iran. Namun, di sisi lain, pasokan dari Amerika Serikat akan tetap meningkat.
Alhasil, Wood Mackenzie memprediksi dalam 18 hingga 24 bulan ke depan akan stabil di level US$ 65 hingga 70 per barel. “Kami berharap harga minyak akan tetap stabil setidaknya dalam 18 bulan ke depan,” kata dia di Jakarta, Rabu (28/11).
Di sisi lain, harga minyak ini juga dipengaruhi permintaan. Permintaan konsumsi minyak mentah ke depan diprediksi akan turun.
Kepala Bidang Energi & Sumber Daya Alam Asia Pasifik Bain & Company Brian Murphy pun sependapat dengan hal tersebut. “Arah harga minyak pada bulan-bulan terakhir telah lebih selaras dibandingkan beberapa bulan sebelumnya,” ujar dia.
(Baca: Anjlok ke Level US$ 50, Harga Minyak Brent Terendah sejak Oktober 2017)
Sementara itu, Komisaris PT Pertamina (Persero) Sahala Lumbangaol mendorong agar PT Pertamina bisa menjadi produsen minyak bumi terbesar di Indonesia. “Pertamina akan move on dan akan terus mengembangkan dirinya seperti pengembangan petrochemical based on coal,” kata dia.
Untuk mencapai ketahanan energi nasional, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral mempertimbangkan konversi penggunaan bahan bakar dari minyak ke gas. Direktur Jenderal Minyak dan Gas, Kementerian ESDM, Djoko Siswanto mengatakan bahwa pemerintah ingin mengeksplorasi lebih banyak kawasan timur Indonesia. Sejalan dengan banyaknya temuan sumber gas di wilayah tersebut.