KPK Ungkap Faktor yang bisa Membuat BBM Langka

Katadata
ilustrasi.
27/11/2018, 10.23 WIB

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap salah satu faktor yang berpotensi membuat Bahan Bakar Minyak (BBM) langka di masyarakat. Faktor tersebut adalah lamanya perizinan impor dari pemerintah.

Direktur Penelitian dan Pengembangan KPK Wawan Wardiana mengatakan selama rentang waktu 2017 proses mengimpor BBM membutuhkan waktu 100 hari kerja. Temuan itu terungkap pada kajian transformatif impor BBM yang disusun oleh Direktorat Penelitian dan Pengembangan KPK. Studi ini dilakukan mulai November 2017 - Februari 2018.

Wawan mengatakan awalnya KPK mengetahui panjangnya prosedur impor BBM itu setelah bertemu dengan mantan Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Elia Massa Manik. Dari cerita yang dibagikan Elia, ternyata selama ini impor BBM disamakan dengan komoditas lainnya. Alhasil, impor BBM selalu masuk jalur merah saat pemeriksaaan pabean oleh Ditjen Bea Cukai.

Jalur merah ialah proses pelayanan dan pengawasan pengeluaran barang impor dengan dilakukan pemeriksaan fisik dan penelitian dokumen sebelum penerbitan Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB). Akibat masuk jalur merah, prosesnya menjadi lebih lama.

Menurut Wawan seharusnya dalam pemeriksaaan kepabeanan, impor BBM bisa masuk jalur hijau saja, supaya prosesnya lebih cepat. Apalagi, BBM adalah komoditas yang diperlukan masyarakat.

Mengacu kajian tranformatif KPK, kegiatan impor BBM dimulai dari perencanaan impor hingga finalisasi catatan pembukuan membutuhkan waktu 100 hari. Proses perizinan ini melibatkan tiga instansi yakni Kementerian ESDM, Kementerian Perdagangan dan Bea Cukai.

Sebagai contoh untuk mendapatkan rekomendasi impor dari Kementerian ESDM butuh 38 hari kerja. Sementara rekomendasi persetujuan impor hingga penerbitan Purchase Order (PO) dari Kementerian Perdagangan mencapai 10 hari kerja.

Panjangnya waktu untuk mengimpor itu membuat KPK khawatir kebutuhan BBM masyarakat bisa terganggu, apalagi dalam kondisi tertentu seperti lebaran dan libur panjang, masyarakat membutuhkan pasokan BBM yang lebih banyak. "Izin yang panjang ini akibatnya saat dibutuhkan, BBM tidak ada," kata Wawan dalam diskusi dengan wartawan akhir pekan lalu.

Alhasil, KPK meminta instansi terkait yang memproses impor BBM bisa memangkas waktu impor BBM, dari 100 hari kerja, menjadi 13-21 hari kerja. Dengan begitu kondisi ideal dapat terwujud seperti hilangnya hambatan kelangkaan BBM karena kendala pasokan dan mencegah inefisiensi.

Setidaknya ada beberapa rekomendasi KPK terhadap instansi terkait yang memproses impor BBM agar melakukan perbaikan ke depan. Pertama, KPK merekomendasikan agar Ditjen Migas memberikan sistem perizinan daring. Tujuannya untuk mempercepat durasi penerbitan rekomendasi kerja menjadi 10 hari kerja.

Kedua, KPK meminta Kementerian Perdagangan untuk menyusun Standar Operasional Prosedur (SOP) terkait mekanisme sistem daring ketika server mengalami gangguan. Menurut Wawan, dalam mengurus izin impor di Kementerian Perdagangan selama ini bergantung pada satu server. Jadi, jika server tersebut mati, maka proses untuk memperoleh izin impor pun tertunda.  Kementerian Perdagangan juga tidak memiliki sistem cadangan saat server terganggu.

Ketiga, KPK meminta Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan mengimplementasikan sistem daring secara konsisten di seluruh kantor cabang di Indonesia. Khususnya untuk penangangan impor BBM bagi importir yang sudah memperoleh fasilitas MITA (mitra utama). Dengan fasilitas MITA, importir bisa mendapatkan sejumlah kemudahan seperti mempersingkat proses bongkar muat di pelabuhan.

(Baca: KPK Temukan Potensi Korupsi Kebijakan B20)

Dari data KPK baru pelabuhan Tanjung Priok di Jakarta dan Tanjung Perak di Surabaya yang sudah terapkan sistem daring secara penuh. Sementara pelabuhan lainnya masih memakai sistem manual.

Reporter: Anggita Rezki Amelia